Tue. Jun 24th, 2025

Wayan Supadno

Sebuah keluarga berprinsip bahwa pendidikan paling dominan pengaruhnya adalah dari keluarga. Bukan dari sekolah atau tempat lain. Karena paling sering proses berinteraksi dengan waktu cukup lama adalah dengan anggota keluarga.

Proses berinteraksi itulah bagian dari proses mendidik keterampilan hidup, agar hidup terampil. Itulah bekal menatap masa depannya. Baik dengan etika, mentalitas, intelektualitas dan lainnya. Terpimpin oleh orang tuanya.

Cermin sebuah keluarga. Misal, anak – anaknya tiada punya etika, bermalasan, putus sekolah dan negatif lainnya. Sebaliknya jika anak – anaknya punya etika tinggi, semangat mandiri dan pendidikan formalnya pada tinggi. Tentu dampaknya beda.

Contoh konkretnya ;

1). Fase Anak – anak.

Pangannya sengaja dipilihkan yang ” bermutu tinggi “, tidak harus yang harganya mahal. Sambil disuapi, sambil dijelaskan maksud dan tujuan makan bergizi tersebut. Agar tahu implikasi jangka panjangnya. Mudahnya, agar tidak stunting.

Sengaja orang tuanya ” konsisten puasa ” ketika anak – anaknya sedang ujian sekolah dan anak – anak harus tahu perjuangan itu. Orang tuanya juga suka membaca buku, sengaja dipertontonkan di depan kelopak mata anak – anaknya.

Sejak dini diantisipasi proses ” regenerasi profosi ” mandiri. Agar tahu diri sumber rejekinya. Tidak boleh diingkari. Misal, wajib ikut ke sawah, kebun, kandang sapi dan lainnya. Wajib pernah nginap di kebun. Harus pernah menanam walaupun beberapa batang, agar ingatan jadi kenangan.

2). Fase Remaja.

Saat di rumah dilibatkan dalam keterampilan kegiatan rumah tangga. Kegiatan bersih bersih dalam rumah, dapur, pekarangan rumah dan lainnya. Walaupun tidak bisa konsisten tiap hari, bisanya berkala. Sekalipun ada asisten rumah tangga.

Di sekolah, disarankan ada ” Gelar Budaya Mandiri ” tiap akhir semester. Dana untuk acara tidak boleh minta – minta dengan proposal misalnya. Harus berkarya dalam kelompok. Misal jualan makanan, jual pupuk organik botolan, cuci mobil ke rumah – rumah dan lainnya.

Saat kuliah pada jauh dari orang tuanya. Dengan sengaja diwajibkan agar ” bersedekah ” beras. Misal tiap dapat kiriman dana bulanan, agar pada ” kesempatan pertama ” beli beras 3 karung, yang 1 karung untuk dirinya dan 2 karung untuk fakir miskin.

3). Fase Dewasa.

Cipta kondisi agar anak – anak tiada kesan mentalnya menunggu harta warisan dari orang tuanya. Ini harus ditabukan. Disadarkan aset termahal adalah ” kualitas pribadinya “, bukan harta. Pasca pendidikan tinggi sengaja dibekali untuk usahanya seperlunya saja. Tidak perlu berlebihan banyaknya.

Ibaratnya benih saja, agar bisa dapat proses tumbuh kembang. Dapat merasakan proses mengatasi kesulitan. Itu haknya. Tidak boleh dirampas hak mengatasi masalah anak. ” Tanpa punya masalah nyata, tanpa ilmu hikmah “. Itu bekal ke depan.

Orang tua juga punya hak berkontribusi dalam misi kemanusiaan dari hartanya. Itulah hadiah, dari kerja kerasnya. Agar bisa berbuat lebih leluasa yang bermanfaat bagi umat banyak jangka panjang. Pendidikan efektif adalah ” suri tauladan ” nyata bermanfaat bagi orang lain.

Silahkan anak muda diambil ilmu hikmahnya, ini hanya salah satu referensi cara mendidik diri sendiri dan anak kita, dengan keteladanan. ” Perbuatan baik adalah cara dakwah agama yang terbaik. Tidak cukup bicara saja dari apa yang sudah dihafal saja “. (KH Ahmad Dahlan).

Semoga bermanfaat..

Salam Mandiri šŸ‡®šŸ‡©
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *