Mon. Jun 30th, 2025

Tahun 2022 berakhir hari ini. Sangat dinamisnya, semua negara di atas bumi sedang menghadapi masalah sangat serius. Karena pandemi covid, perubahan iklim ekstrem dan perang Rusia Ukraina.

Indonesia termasuk negara hebat. Baru kali ini sejarah mencatat cadangan devisa terbanyak sejak Indonesia merdeka. Selain karena harga sawit, batu bara dan nikel. Juga karena piawai mengatur strateginya.

Khusus beras, 3 tahun berturut – turut swasembada hingga dapat penghargaan dari IRRI Lembaga Riset Padi Dunia dan FAO Organisasi Pangan Dunia. Acungan 2 jempol, paling pas. Apapun alasannya itu prestasi emas.

Alasannya penduduk Indonesia 274 juta dan indeks asupan beras tergolong tinggi, saat ini 95 kg/kapita. Negara lain umumnya 60 s/d 70 kg/kapita. Bukan juga karena perluasan sawah. Tapi dominasi karena inovasi bisa 5,2 ton/ha. Nikmat apalagi yang mau didustakan.

Tahun 2023. Semua kepala negara terus mengingatkan agar hati – hati. Karena sulit diprediksi, sehingga sulit mengantisipasinya. Yang pasti negara paling nyaman yang berdaulat pada pangan dan energinya. Keduanya makin mahal.

Soal energi, makin disadari berbasis fosil bukan solusi. Karena berdampak pada pemanasan global perubahan iklim ekstrem. Mulai ke arah energi berbasis nabati ramah lingkungan. Itu peluang emas Indonesia.

Alasannya Indonesia punya sawit terluas di dunia dan penghasil CPO terbanyak di dunia 46 juta ton (2021). Ini bisa jadi energi. Juga punya kayu yang bisa tumbuh cepat dan kadar energinya tinggi, sehingga bisa jadi bahan baku wood pellet sumber energi.

Soal pangan, masyarakat dunia makin sadar juga. Bahwa pupuk dan pestisida kimia berasal dari tambang maupun sintetis salah satu sebab pemanasan global. Mulai mengarah ke organik. Itulah sebab Jepang, Korea Selatan dan lainnya banyak impor sampah limbah organik Indonesia.

Ilmu hikmahnya, jika dunia terancam pangan dan energi tahun 2023. Di balik itu sesungguhnya peluang emas bagi kita, sebagai anak bangsa Indonesia. Segera ambil peran berkontribusi inovatif. Bisa pada usaha pangan yang beragam dan bisa ke energi nabati.

Konkretnya energi nabati. Harga kayu di Eropa dan Amerika Serikat lagi anjlok yang untuk non energi. Sebaliknya kayu wujud wood pellet harga melambung tinggi. Padahal di Indonesia berbahan baku dari limbah industri kayu saja.

Bahkan di Kalteng, sudah ada perusahaan besar. Mulai menanam kayu bahan baku wood pellet. Skalanya ribuan hektar pada lahan pasca pembalakan yang selama ini terlantar tidak produktif. Ini era baru. Sumber energi nabati yang dibudi dayakan.

Sekali lagi, apapun kondisinya selalu mengandung potensi peluang bisnisnya. Termasuk kondisi dunia sedang terancam juga ada peluang di baliknya. Hanya mampu atau tidak menangkap dan mengelolanya. Tergantung manusianya.

Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *