Tue. Feb 4th, 2025

Kawula muda, pasti pernah memperhatikan perilaku seorang pengusaha. Usahanya lancar saja, jalannya dinamis produktif bahkan ekspansif terus nuansa inovatif. Harga produknya kompetitif karena harga pokok produksi (HPP), indeks biaya produksi dibagi hasil produksi sangat rendah dibandingkan produk – produk pesaingnya di pasar.

Padahal pemilik usaha tersebut, ibaratnya banyak duduk manis berpangku tangan, siul – siul gitaran saja. Jalan – jalan melayani berbagai kegiatan penting yaitu misi sosial kemanusiaan, melayani sesama manusia yang perlu dibantu karena menghadapi kesulitan di masyarakatnya. Bahkan membuka cabang usaha di daerah lain sekalipun tiada hadir terlibat.

Kondisi di atas bisa terwujud seperti itu berkat sistem di dalam perusahaannya telah sukses dibangun dengan baik. Autopilot. Jalan sendiri dengan baik dan benar, running well. Jelas dalam pembagian peran, siapa berperan apa, dimana dan kapan saja, mengapa harus melakukan, berapa banyak dan berapa lama.

Ilmu hikmahnya, karena kekuatan leadershipnya pengusaha tersebut. Sadar betul bahwa aset termahal dan paling produktif, bukanlah kekayaan harta atau alamnya, melainkan segenap orang penting tim pemikir yang dipimpinnya. Orang – orang pintar di bidangnya, yang ada di sekitarnya, dipimpinnya agar total loyal kepadanya.

Merasa tidak perlu harus pintar dalam segala hal. Tidak perlu juga ketakutan berlebihan tidak terukur untuk tidak percaya kepada orang – orang kepercayaan yang mengelola bisnisnya. Pendek kata selalu punya falsafah, staf yang mampu meminimalkan kesibukan pemilik perusahaan, itulah staf terbaiknya.

Sepanjang misi bisnisnya berjalan sesuai rencana dan targetnya, maka apapun didelegasikan. Termasuk mengontrol keuangan sekalipun, melibatkan dan mempercayakan kepada pihak lembaga akuntan publik. Pengusahanya tidak perlu ikut campur teknis, yang penting endingnya. Yang penting sendi – sendi usahanya dipegang erat.

Agar usahanya tidak statis ataupun tidak jadi mata keranjang bisnis. Karena punya prinsip semakin tidak berani mendelegasikan kewenangan, itu sama artinya tidak suka jika usahanya tumbuh kembang. Usaha jika selalu hanya dikelola sendiri terus menerus, itu sama artinya mengkerdilkan usahanya. Sadar, rohnya usaha adalah kepercayaan.

Contoh :

Pengusaha beli lahan tidak perlu ikut mengukur lahan di lapangan, karena ada tim GPS dan Drone serta didampingi Notaris yang ditunjuk. Pengadaan bahan baku cukup oleh akuntan pembanding harga penawaran para vendornya dan uji mutu oleh perusahaan validasi misal Sucofindo. Apalagi kendali taktik dan teknik harian, cukup oleh manajer yang dipercaya, tidak perlu ownernya.

Dengan begitu tiada istilah pengusaha harus sibuk. Jika pengusaha masih sibuk mengurus usaha, maka itu pertanda masih belum sukses jadi owner perusahaan. Belum bisa memberdayakan para orang pintar di sekitarnya, yang digajinya. Pertanda juga belum terpanggil dan mumpuni menjadi manusia yang tanggap terhadap permasalahan sosial masyarakat di sekitarnya.

Daya manfaat hidupnya belum optimal. Usaha masih dianggap mesin pencetak nilai tambah laba kapital menambah harta semata. Masih jadi solusi atas masalah pada dirinya sendiri. Belum menemukan hakikat kebahagiaan hidup saat melihat di sekitarnya juga bahagia, karena sama tumbuh kembangnya dan karena maju bersama berkat kebersamaannya dengan masyarakatnya.

Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *