Berikut ini contoh nyata lapangan, baik pengalaman saya pribadi dan beberapa sahabat, yang berusaha membangun ekonomi kerakyatan. Bisa diambil ilmu hikmahnya, sumber pembelajaran anak muda penggerak ekonomi pedesaan.
1). Di Alas Purwo Banyuwangi
Sebuah komunitas 1700 an keluarga, tiap bulan iuran menabung Rp 100.000/keluarga. Tanpa dapat apresiasi bunga bagi hasil, setelah 4 tahun dana tabungan dikembalikan ke pemiliknya Rp 100.000 x 48 bulan = Rp 4,8 juta/keluarga. Total terkumpul Rp 4,8 juta x 1.700 keluarga = Rp 8,16 miliar.
Tapi bagi yang meminjam dana yang terkumpul tersebut harus bagi hasil ke komunitas. Umumnya yang pinjam untuk usaha ternak sapi, domba, kambing dan investasi lampu untuk kebun buah naga. Ada bagi hasilnya, lalu jadi aset bersama milik komunitas tersebut, diproduktifkan.
Hasilnya, masyarakat punya tabungan. Yang meminjam ekonominya bisa bangkit terbantu. Komunitas atau yayasan punya aset produktif milik bersama makin besar. Laba yayasan hingga di atas Rp 1,66 miliar. Masyarakat rukun dan maju. Kuncinya leadership, terpercaya dan ikhlas.
2). Di Pangkalan Bun Kalteng.
Setiap tahunnya minimal 300 ekor saya bisa jual sapi dara maupun yang bunting. Ada yang ke Perusahaan Milik Daerah (Perusda) punya sawit, diintegrasikan dengan sapi agar main produktif lagi. Ada juga kelompok peternak. Sejak 2018 saya melayaninya.
Setelah saya kaji ulang, senang sekali hati saya. Karena milik mereka pada berbiak makin banyak di kebun sawitnya. Tiada terasa. Padahal dulunya beli rerata harga Rp 15 juta hingga Rp 25 juta/ekor. Bahkan ada yang beli indukan bersama anaknya, juga saya layani. Sepanjang sama dapat untungnya saja.
Hasilnya, laba petani makin besar, mengurangi pupuk kimia NPK dan herbisida. Populasi sapi indukan di Indonesia tambah. Apalagi sejak boleh impor tanpa batas, makin banyak lagi dipasarkan ke petani kecil. Karena saya sedang impor sapi dara dan indukan bunting ribuan ekor/bulannya.
Ilmu hikmahnya, ekonomi kerakyatan menempatkan rakyat petani kecil sebagai subyek dan obyek pembangunan di pedesaan. Bukan hanya membangun agar makin menggurita ekonominya segelintir orang saja, lainnya hanya diperankan sebatas jadi pekerja terikat saja. Rakyat rohnya perekonomian pedesaan.
Manfaatnya ;
1). Terbangun mental kewirausahaan secara madani, kreativitas pola pikir dan tindakan nyata produktif, secara soliditas. Makin guyub rukun gotong royong yang saling percaya untuk menang bersama. Bukan nenguruskan yang lain karena proses menggemukkan dirinya sendiri, seakan mau hidup sendiri saja.
2). Meminimalkan urbanisasi, ekonomi pedesaan tumbuh dinamis, ketahanan pangam terbangun, pangan harganya makin terjangkau untuk meminimalkan prevalensi stunting yang masih sangat tinggi 21,6% padahal idealnya maksimal 5%. Tercipta lapangan kerja di pedesaan, lalu meningkatkan daya beli masyarakat.
3). Memberdayakan besarnya potensi, baik pasarnya, sumber daya manusia dan alamnya, permodalan yang dimiliki masyarakat maupun yang parkir di perbankan data 2024 ada Rp 8.600 triliun, karena kurangnya serapan dunia usaha untuk investasi dan modal bisnisnya. Jika contoh di atas dimassalkan, mustahil jika Indonesia tidak akan jaya pada HUT Ke – 100 Kemerdekaan RI, tahun 2045.
Salam Setia š®š©
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630