Fri. Nov 15th, 2024

Wayan Supadno

Hilirisasi salah satu jalan pintas untuk memajukan sebuah bangsa. Karena dengan hilirisasi akan tercipta lapangan kerja sangat banyak dari yang non produktif pengagguran jadi produktif. Dari komoditas murahan jadi bernilai mahal. Negara dapat pajak dan devisa jumlah besar untuk APBN membangun bangsa.

1). Buah Naga.

Karena pernah melihat video viral di medsos ada petani membuang buah naga ke sungai. Dampak dari berlimpahnya buah naga, lalu murah. Dianggap peluang oleh praktisi inovatif. Membangun industri bahan baku buah naga dijadikan powder dan kripik vakum. Lalu dijual ke luar negeri harga Rp 1,3 juta/kg tepung buah naga siap seduh.

Otomatis yang dulunya di pasar ” online ” tidak ada yang menjual powder buah naga jadi banyak. Di Eropa juga dapat nama harum Indonesia kita, di restoran hotel berbintang di banyak negara maju buah naga tinggal diseduh persis membuat kopi saja. Implikasinya, petani semangat karena dapat kepastian pasar dengan harga wajar, lalu ekspansi.

2). Nangka Muda.

Banyak petani nangka sayur, dipanen usia muda. Dulunya tanpa kepastian pasar sehingga kadang numpuk di pasar induk sampai terbuang. Terlihat oleh seorang industriawan agro inovatif. Dijadikan bahan baku ” rendang nabati “, nangka muda dirajang lalu dimasukkan kemasan kedap udara. Diekspor ke Eropa laris manis.

Implikasinya, masyarakat Eropa utamanya yang mualaf dapat pilihan selain dari daging sapi. Praktis permintaan di pasar Eropa terhadap nangka muda siap seduh meroket. Pabriknya di Jakarta dan Surabaya menyerap tenaga kerja ribuan. Petani happy, dapat kepastian pasar di industri. Lalu pada ekspansi di lahan terlantar jadi kebun nangka madu genjah.

3). Ekstrak Buah.

Karena tahu persis banyak buah tropis afkir di toko buah dan pasar induk tiap hari puluhan ton. Pada mau dibuang ke TPA Bantar Gebang Bekasi. Seorang sahabat industriawan agro inovatif, menganggap itu peluang emas. Semua dibeli lalu disimpan pada lemari pendingin. Jadi bahan baku industrinya jadi ekstrak buah lalu dijual ke pabrik raksasa jadi suppliernya.

Oleh pabrik raksasa dikemas dengan sangat baik lalu dipasarkan ke seluruh Indonesia. Otomatis yang selama ini buah ekstraknya impor tidak lagi perlu impor. Tercipta lapangan kerja, hemat devisa dan petani buah pada senang lalu pada kontrak jadi mitra plasma intinya. Labanya besar, sekejap bisnisnya meroket. Banyak lulusan pasca sarjana S2 direkrutnya.

4). Kripik Vakum.

Di Sentul dan Kab. Batang ada pabrik hilirisasi nuansa inovasi. Banyak melibatkan para alumni pasca sarjana dan sarjana teknologi pangan. Bahan bakunya kontrak harga dan volume suplai dengan ribuan petani. Komoditasnya singkong, ubi jalar ungu dan kentang. Dijadikan kripik vakum rasa khas, 98% produknya diekspor ke banyak benua.

Saya pernah diundang ke pabriknya setelah manajemen kunjungan ke rumah saya di Cibubur. Jujur, saya dibuat termenung. Karena sangat bersih dan apik sekali kemasannya. Apalagi harga jualnya. Pasti labanya sangat besar karena kontrak ke petani dengan harga keren di atas lazimnya tapi ketat kontrol sepsifikasi mutunya. Win – win solution dengan para petani.

5). Brondolan Sawit.

Dulu oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) brondolan sawit harganya sangat murah karena asam tinggi. Konkretnya kalau harga tandan buah segar (TBS) Rp 3.000/kg, brondolan sawit hanya Rp 1.500/kg. Tapi sejak ada inovasi B30 harga brondolan sawit minimal Rp 4.000/kg. Jadi bahan baku biodesel, jadi rebutan eksportir.

Implikasinya, menjamur PKS Mini menampung brondolan sawit yang produk akhirnya CPO asam tinggi bahan baku bahan bakar nabati (BBN) ramah lingkungan dari sawit. Implikasinya, kebun sawit yang jauh dari PKS sekarang santai saja, karena bisa dijual besok lusa setelah jadi brondolan dengan harga sangat tinggi. Dulu murah dan terburu – buru segera kirim ke PKS.

6). Ikan Afkir.

Saya melihat banyak ikan kecil dengan berduri banyak meluber di para nelayan karena ikut terjaring. Tidak laku dipasar. Saya jadikan tepung ikan, ternyata kadar proteinnya 63% luar biasa. Tepung ikan tersebut saya campur bungkil sawit, dedak dan tapioka jadi pellet pakan ikan patin saya yang tiap hari butuh ninimal 2 ton. Lumayan, lebih murah Rp 6.800/kg dari pabrik.

Otomatis berkat saya membuat pellet pakan ikan mandiri biaya produksi ikan patin jadi murah. Masyarakat konsumen di Pangkalan Bun dapat sumber protein hewani harga murah biasnya Rp 30.000/kg. Saya saat ini menjual di kolam Rp 21.000/kg. Sisi lain lagi selain saya cipta lapangan kerja membuat pellet pakan ikan, juga bahagia lihat para nelayan dapat kepastian pasar ikan afkirnya.

Kesimpulan ilmu hikmahnya, bahwa sesungguhnya masih sangat banyak komoditas murah meriah berlimpah di Indonesia kita ini. Bisa dijadikan bahan baku industri inovatif agar bernilai ekonomi tinggi. Cipta lapangan kerja. Menambah pajak untuk memperkuat APBM bekal mensejahterakan rakyat Indonesia dan cipta devisa. Sekaligus menyerap hasil penelitian agar jadi inovasi membumi.

Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Praktisi Bisnis
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *