Fri. Jun 27th, 2025

Sebuah negara akan jadi maju atau tidaknya, sangat dipengaruhi oleh kemampuan menghilirisasikan semua komoditas dan utamanya hak paten hasil penelitiannya. Karena di sinilah nilai tambah yang sangat besar akan didapat untuk adil makmur warganya. Kompleksitas ekonomi didapat sangat dahsyat jika inovasi dihilirisasikan paralel dengan komoditasnya.

Berikut ini kisah nyata yang bisa diambil ilmu hikmahnya, jadi sumber pembelajaran. Tanpa serius hilirisasi maka teramat sulit mewujudkan mimpi jadi negara maju. Contoh Singapura pendapatan per kapita USD 83.000 setara 16 kalinya Indonesia hanya USD 5.100 setara Rp 7 juta/bulan. Penyebab beda antara Indonesia dengan negara maju ada pada manusianya suka inovatif atau tidaknya.

1). Sawit

Sekalipun punya kebun sawit luas 24.000 hektar hanya dapat omzet 25 ton TBS X Rp 3.000/kg x 24.000 hektar = Rp 1,8 triliun/tahun. Dengan laba bersih sekitar 70% nya yaitu Rp 1,26 triliun/tahun. Ini jika harga pokok produksi (HPP) Rp 1.000/kg TBS. Tapi jika manajemen tidak efisien paling hanya dapat 40% dari omzetnya, itu lazimnya.

Kebun sawit 24.000 hektar tersebut akan kalah omzet dan labanya dibandingkan punya industri hilir sawit di atas lahan 50 hektar saja dengan pabrik penghasil CPO kapasitas 120 ton TBS/jam. Karena omzetnya akan dapat 24.000 hektar x 25 ton TBS/ha x 25% rendemen CPO x Rp 13.000/kg harga CPO = Rp 1,95 triliun/tahun plus kernel jadi Rp 2,4 triliun/tahun.

Sawit 24.000 hektar dan integrasi pabrik kelapa sawit (PKS) kapasitas 120 ton TBS/jam tersebut disatukan. Masih kalah omzet dan labanya dengan ” industri hilir inovatif ” di Singapura atau negara pengimpor CPO jadi bahan bakar energi, migor, margarin, vitamin A, kosmetik dan lainnya. Luas lahan hanya Rp 20 hektar tapi omzetnya bisa Rp 17 triliun/tahun.

Begitu juga produk samping dari sawit yang hanya diambil CPO lalu diekspor begitu saja. Tandan kosongnya akan dapat rendemen 23%. Umumnya hanya jadi limbah saja. Kalkulasi logisnya 24.000 hektar sawit x 25 ton TBS/ha/tahun x 23% rendemen tankos = 128.000 ton/tahun. Jika ini dijadikan wood pellet laku minimal Rp 3.000/kg = Rp 384 miliar/tahun. Padahal dari limbah.

Masih ada lagi, sisa peras dari kernel (inti) sawit jadi PKO bahan baku bioavtur dan farmasi maupun kosmetik di negara maju. Limbahnya saja yang bernama bungkil dijadikan ” Pellet Pakan Sapi ” laku keras Rp 5.000/kg. Setara omzet 24.000 hektar x 25 ton TBS/ha/tahun x 3% rendemen bungkil jadi Pellet Pakan Sapi = Rp 90 miliar/tahun. Masih banyak lagi yang bisa dihilirisasikan.

Padahal sawit Indonesia terluas di dunia yaitu 16,38 juta hektar dengan CPO sekitar 55 juta ton dan kernel 7 juta ton/tahun. Bisa kita bayangkan nilai tambahnya jika semua produk dari sawit kita dihilirisasikan di dalam negeri. Pasti nilai devisa sawit kita tidak kalah dengan Malaysia yang hanya punya sawit 6 jutaan hektar saja. Serapan tenaga kerja bisa berkali lipatnya saat ini masih 18 jutaan keluarga.

Pada sebuah diskusi kecil pada Dewan Pakar Sawit Indonesia. Jika semua produk sawit luas 16,38 juta hektar dihilirisasikan di dalam negeri bisa tembus Rp 13.000 triliun/tahun setara 50% dari PDB Nasional kita yang hanya Rp 27.000 triliun. Faktanya PDB sawit baru sekitar 6% saja dari PDB Nasional, setara Rp 1.600 triliun saja. Nampak peluang emas sumber pendapatan negara untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

2). Kelapa.

Jujur, sayalah orang pertama kali yang sangat prihatin dengan komoditas kelapa kita. Kita punya kebun kelapa terluas di dunia yaitu 3,1 juta hektar Tapi devisanya kalah dengan devisa kelapa di Filipina saja. Oalaah. Karena kita hanya suka jualan ke luar negeri (ekspor) harga murahan wujud glondongan, arang, cocopeat dan lainnya. Bahkan banyak yang ekspor kopra sisanya jadi limbah saja, non bernilai ekonomi.

Padahal kalau air kelapa saja kita tidak dibuang – buang saja jadi limbah. Menurut Dewan Pakar Kelapa Indonesia, bisa dipakai membangun Kereta Cepat Jakarta – Bandung dengan jarak 3 kali lipatnya. Luar biasa. Karena air kelapa di negara maju nilainya sangat mahal. Belum lagi cocopeat jadi pembalut wanita dan alat serap lainnya, karena karakternya bisa menyerap air 6 kali lipatnya.

Ilmu hikmah yang bisa diambil. Bahwa negara maju bisa punya pendapatan per kapita 20 kali lipatnya Indonesia. Karena mereka punya banyak Entrepreneur yang mau investasi nuansa inovatif, menghilirisasikan hasil bumi paralel dengan menghilirisasikan ” Hak Paten ” hasil penelitiannya. Di Indonesia hanya punya 3,46% jumlah pengusahanya, Singapura 8,76% dari penduduknya.

Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Praktisi Agribisnis
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *