Wed. Jun 25th, 2025

Inovasi pada dasarnya adalah sebuah hasil penelitian biasa disebut invensi yang sudah sukses dikomersialisasikan. Jika masih tahap publikasi di jurnal lalu disimpan di lemari belum inovasi namanya, baru invensi. Karena belum terkomersilkan yang bermanfaat di masyarakat luas.

Umumnya di negara maju, inovasi berasal dari suara hati karena mendengarkan kegelihan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sedunia. Lalu melakukan penelitian, hasilnya dikomersialisasikan karena bermanfaat nyata jadi penambah kompleksitas ekonominya.

Itulah sebabnya, indikasi utama negara maju pendapatan per kapita bisa 20 kali lipatnya Indonesia yang masih Rp 6,5 juta/bulan. Mereka suka impor bahan baku harga murah karena berlimpah, lalu diproses dengan inovasi, jadi produk beragam jumlahnya tapi langka jadilah mahal harganya.

Produk turunan yang diurai dari bahan baku tersebut kembali diekspor ke banyak negara. Dapatlah laba sangat besar. Karena labanya besar maka perbankan mau mendanai skala puluhan triliun. Pajak banyak. Maka PDB dan APBN besar. Masyarakatnya bisa berpendapatan dan daya beli tinggi.

Artinya bahwa masyarakat bisa makmur sejahtera PDB/kapita bisa Rp 100 juta/bulan. Karena invensi hasil penelitiannya jadi inovasi membumi. Terkomersilkan. Pengusaha Industriawan sebagai ” off taker ” invensi yang mengkomersilkannya. Perannya sama pentingnya dengan pakar/peneliti.

Karena banyak pengusaha inovatifnya yang hingga bisa 2,5 kali lipatnya Indonesia yang hanya 3,47% saja dari total penduduk. Misal Singapura, Jepang, AS semua di atas 8%. Maka banyak hasil penelitian yang terkomersilkan oleh pebisnis industriawan. Sinergitas antara peneliti dan pebisnis sebagai investor sangat penting.

Ditambah lagi pihak pemerintah dan legislatif menyadari pentingya sinergitas untuk bangsa. Maka banyak UU dan Peraturan yang berpihak. Jadilah iklim usaha menyenangkan untuk usaha, jadilah iklim bisnis merangsang masyarakat agar gemar bisnis lalu investasi cipta lapangan kerja.

Contoh.

RRC dan Malaysia tidak punya kebun kelapa seperti kita luasnya 3,1 juta hektar. Tapi kenapa pendapatan per kapita Malaysia tinggi hampir 3 kali lipatnya Indonesia dan kenapa RRC 40 tahun lalu 94% miskin sekarang tinggal 2% saja ? Karena mereka suka impor bahan baku kelapa ke Indonesia miliaran butir/tahun.

Mereka rajin riset yang jadi solusi. Riset yang mudah dikomersilkan. Kelapa diimpor dari Indonesia lalu dibangun industri besar – besaran jadi karbon aktif, minyak goreng, VCO, pembalut wanita maupun jok mobil dari sabut kelapa dan produk jadi lainnya. Tentu nilai tambahnya berkali lipatnya bahan bakunya. Oalaaah.

Lalu diekspor lagi labanya terlalu besar. Jadi pajak untuk APBN. Jadi lapangan kerja lalu cipta lapangan kerja karena kurang banyak lalu impor TKI dari Indonesia untuk ngurusi pabrik kelapa bahan bakunya dari Indonesia juga. Piye jal ? Biaya beli kelapa sebutir ” remis ” dengan hasil jualan tempurung kelapa jadi karbon aktif harga Rp 20.000 an/kg nya.

Selain itu. Karena kita kekurangan pengusaha sebagai Investor industriawan. Maka sekitar 90% dari total pabrik karbon aktif di Indonesia PMA (Penanaman Modal Asing). Impor pengusaha. Ehm ! Sebab lain karena di Indonesia tempurung kelapa berlimpah. Bahkan sebagian ada yang menganggap itu limbah. Padahal prosesnya mudah. Banyak di Google atau Chat GPT.

Padahal sejak Indonesia merdeka ada ribuan Insinyur yang diwisuda per tahunnya, pada kemana ya ?

Salam Inovasi šŸ‡®šŸ‡©
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *