Wed. Jun 25th, 2025

Beberapa hari ini di Indonesia mengalami krisis kelapa. Padahal Indonesia kebun kelapanya terluas di dunia hingga 3,1 juta hektar. Dikatakan krisis karena sulit didapat, harganya melonjak 3 kali lipatnya dan pabrik pengolah kelapa kurang bahan baku.

Biang keroknya RRC, berani membeli kelapa dengan harga sangat mahal. Karena di RRC kelapa diolah dengan prinsip ekonomi sirkular. Nol limbah. Semua komponennya bermanfaat. Tiada limbah pabrik kelapa, semua jadi komoditas produk bernilai ekonomi tinggi.

Bisa seperti itu karena RRC tiap kali melakukan penelitian selalu yang berorientasi pasar. Selalu invensi hasil penelitiannya harus mudah dipasarkan. Agar jadi inovasi membumi. Bukan berujung di jurnal ilmiah atau tersimpan di lemari saja.

Implikasinya, daya beli kelapa eksportir ke RRC bisa sangat tinggi. Ibaratnya, sesampai di RRC nilai beli sebutir kelapa sudah setara dengan omzet hasil jualan dari air kelapa saja. Produk lain selain air kelapa jadi laba semua. Labanya sangat besar.

Karena miliaran butir yang diimpor dari Indonesia, kembali diekspor ke banyak negara setelah jadi produk turunan. Tanpa punya kebun kelapa, cukup impor dari Indonesia saja. Pada makmur dan bisa cipta lapangan kerja jumlah banyak. Riil hilirisasi.

Kalkulasi logisnya. Di hulu kelapa genjah paling hanya dapat 150 butir/pokok x 200 pokok/ha x Rp 5.000 = Rp 150 juta/ha/tahun. Tapi di ruas hilir bisa dapat 10 kali lipatnya. Karena jadi produk turunan langka jadi rebutan pasar global. Karena di RRC banyak pebisnis inovatif.

Bahkan RRC masih impor sabut kelapa (cocopeat) dari Indonesia. Walaupun di Indonesia dianggap limbah menumpuk di mana – mana. Oleh RRC dijadikan bahan baku manufaktur karena karakter cocopeat mampu menyerap air hingga 8 kali lipatnya.

Misal jadi pembalut wanit, media biak Trichoderma sp sebagai biocontrol jamur patogen (biofungisida). Selain itu cocofiber juga dijadikan jok mobil dan lainnya. Lalu diekspor setelah jadi mobil dan lainnya.

Wajar RRC labanya besar – besaran. Kolektifnya bisa membayar pajak jumlah besar lalu APBN nya juga besar, negaranya cepat maju karena Indonesia. Implikasi lainnya bisa menyerap pengangguran jumlah besar – besaran.

Hasil penelitian jadi inovasi membumi. Efektif. Tidak super boros APBN untuk penelitian yang tidak membumi. Bagi RRC bukan masalah tidak punya kebun kelapa. Asal bisa membeli kelapa harga tinggi pasti dapat kelapa bahan baku industrinya, aman berkelanjutan.

Ilmu hikmahnya. Apapun alasannya membangun SDM bermutu jadi peneliti membumi, pebisnis inovatif dan iklim usaha yang berpihak adalah kunci suksesnya. Buktinya mampu mengubah dari PDB/kapita hanya USD 115 tahun 1978, saat ini bisa USD 12.000. Ekonominya terbesar ke 2 di dunia.

Salam Inovasi šŸ‡®šŸ‡©
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *