Syarat utama jadi negara maju pendapatan per kapita minimal USD 12.000. Setara USD 1.000/bulan. Jika dirupiahkan minimal Rp 16,5 juta/kapita/bulan. Pendapatan per kapita Indonesia saat ini Rp 6,9 juta/bulan.
Sekalipun produk domestik bruto (PDB) Indonesia besar, nomor 16 terbesar di dunia. Tapi karena jumlah penduduknya 278 juta dan masih banyak yang berpendapatan di bawah Rp 6,9 juta/bulan. Inilah sebab utamanya.
Ditambah lagi terlalu sedikit jumlah pebisnis di Indonesia hanya 3,47% dari total penduduk. Ideal negara maju jumlah pebisnis/pengusaha/pencipta lapangan kerja minimal 8% dari total penduduknya.
Rendahnya jumlah pebisnis berdampak serius pada serapan tenaga kerja dari pengangguran. Berbanding terbalik. Makin banyak pengangguran, pertanda kurang pebisnisnya. Begitu juga sebaliknya.
Konkretnya, jika seorang pebisnis mengkaryakan 100 orang. Maka jika ada 75.000 orang pebisnis baru berdampak pada 7,5 juta pengangguran terserap. Jadi produktif semua. Otomatis pengangguran di Indonesia jadi nol.
Implikasi lainnya. Biasanya anggaran gajian mulai manajer sampai tingkat bawah, rasio beban perusahaan Rp 6 juta/karyawan. Jika 100 orang karyawan maka anggaran untuk gajian sebesar 100 x Rp 6 juta = Rp 600 juta/bulan.
Bisa dibayangkan jika 7,5 juta pengangguran. Terserap semua karena tambah jumlah pebisnisnya. Maka anggarannya sebesar 7,5 juta x Rp 6 juta = Rp 4,5 triliun/bulan. Dana tersebut beredar di masyarakat. Viral tidak berhenti.
Artinya dana gajian Rp 4,5 triliun/bulan tersebut untuk 7,5 juta karyawan. Terus akan dibelikan beras, migor, telur dan lainnya. Angsuran rumah dan kendaraan. Biaya sekolah, sandang dan lainnya. Otomatis berimplikasi ke hulu lagi.
Dana tersebut lanjut ke rantai pasok berikutnya. Dinikmati petani untuk beli pupuk, pestisida dan lainnya. Dinikmati peternak untuk beli pakan, obat dan lainnya. Dinikmati properti untuk belanja semen, besi dan lainnya.
Ilmu hikmah dari rangkaian kegiatan ekonomi riil di atas. Bisa disimpulkan bahwa pencetus sumbu ledak pertumbuhan ekonomi riil sangat ditentukan oleh semakin banyak pencipta lapangan kerja (pebisnis) nya.
Berbekal teori dari empirik itulah. Makanya Singapura, Korea Selatan dan RRC melakukan transformasi besar – besaran membangun manusia pebisnis sebanyak mungkin dan secepatnya. Agar jadi perubahan besar – besaran. Sudah terbukti.
Terutama pada pebisnis investor di bidang manufaktur. Terbanyak menyerap tenaga kerja, hasil riset dan hasil bumi. Agar tiada pengangguran dan dapat nilai tambah besar untuk mendongkrak pendapatan per kapitanya.
Itulah sebabnya RRC walaupun penduduknya 1,4 miliar tapi sekejap hanya 30 tahunan pendapatan per kapita saat ini 3 kali Indonesia. Singapura tiada punya kekayaan alam, tapi pebisnisnya 8,6% jadilah pendapatan per kapita 18 kali Indonesia.
Bagaimana dengan di Indonesia ?
Bersyukur daya saing kita telah melompat dari peringkat 34 ke 27. Peringkat ke 3 di Asean. Mengalahkan Jepang, Inggris dan India. Sayangnya ketahanan pangan rendah, pola pendidikan dan riset kita dapat rapor merah. Yang jadi sebab utama pebisnis kita hanya 3,47% saja.
Artinya mutu pangan kita kurang baik dan mahal. Kalah dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Implikasinya stunting masih 21,6% ideal negara maju maksimal stunting 5% dan IQ masih 78,48 ideal negara maju minimal 110.
Pola didik hanya dominan menyiapkan manusia pencari kerja. Hafalan teori saja. Habis studi membuat lamaran kerja. Bukan bermental punya nyali mengawali bisnis dengan cara menjabarkan di lapangan hasil penelitiannya agar jadi inovasi membumi.
Akhirnya menumpuk, hingga pengangguran terbuka alumni perguruan tinggi makin mendominasi. Saat ini 13,3% dari total pengangguran. Karena terlalu sedikit jumlah pebisnis pencipta lapangan kerja maka banyak jadi TKI hingga saat ini 9,5 juta legal dan ilegal.
Implikasi lainnya. Karena pasar besar penduduk 278 juta jiwa. Karena kekurangan pebisnis industri sebagai investor, maka diisi oleh pebisnis dari luar negeri atau impor investor (PMA). Agar tercipta lapangan kerja. Hingga masyarakat bangga jadi pekerja di PMA. Aneh tapi nyata.
Solusinya ?
Pangan mutlak harus dapat atensi anggaran APBN serius buat cetak sawah 5 juta hektar, revitalisasi irigasi dan impor sapi indukan 6 juta ekor. Agar jadi lapangan kerja dan swasembada pangan murah. Sehingga petani peternak sejahtera. Anak muda penerus bangsa mau ikutan, karena menjanjikan.
Pola didik dan penelitian. Bijaknya mawas diri dan berbenah. Kenapa alumninya sangat sedikit yang bernyali memulai jadi pebisnis cipta lapangan kerja, mendongkrak pendapatan per kapita sekaligus mengkomersilkan invensinya agar jadi inovasi membumi.
Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630