Etika, kombinasi praktik kecerdasan spiritual, emosional dan rasional. Karena sentuhan mikro etika, berdampak makro. Etika bagai kendaraan super turbo, mengantar seseorang sukses legendaris karena melekat di dalam ingatan masyarakatnya. Itu pentingnya etika.
Agar mudah diambil ilmu hikmahnya, berikut kisah nyata saya alami. Sehingga melekat dalam ingatan saya, teredukasi dengan praktik keteladanan bermasyarakat. Terpatri dalam memoriku teramat indah. Menyejukkan. Dalam hatiku, wajar beliau – beliau sukses disegani jutaan orang.
1. Konglomerat.
Seorang sahabat asal Medan konglomerat kelas dunia, masuk konglomerat papan atas Indonesia. Tiap kali telepon selalu menanyakan kesehatan dan keluarga saya. Jumpa tanpa sengaja, menyapa duluan dengan santun dan memeluk erat. Terasa dimanusiakan dengan tulus sesungguhnya.
Seorang sahabat di Kalimantan. Konglomerat juga. Karyawannya 40.000 orang lebih. Sering kali saya ditelepon duluan dan pernah diundang makan nyantai bersama di villanya. Tiada sangka nasi saya diambilkan oleh beliau, dari bakul ke piring saya. Karena dianggap tamu.
2. Ilmuwan/Inovator.
Seorang Guru Besar di Kampus ITB. Karena inovasinya yang membumi mengubah sawit jadi energi terbaharukan Biodiesel, Bioavtur dan Bensawit. Mengubah dunia besar – besaran. Saya perhatikan cara menyampaikan ide pemikirannya begitu santun dan sistematisnya. Terasa sekali, beretika tinggi.
Seorang Profesor di Kementan. Jadi Pejabat Eselon 1 lebih 8 tahun. Saya sangat respek bukan semata – mata karena jabatan top dan profesornya. Tapi karena juga beretika tinggi. Kami bersahabat sudah lama saling membantu yang positif bermanfaat. Tiap saya chat atau telepon selalu dibalas dengan kehangatan.
3. Pangkat Jabatan.
Seorang atasan, beliau Jenderal bintang 3 dan satu orang lagi Jenderal bintang 4. Hingga saat ini masih menjabat. Tahu persis saya hanyalah seorang Pak Tani yang kebetulan mantan perwira militer, pangkatnya jauh di bawahnya. Tapi hubungan pribadi saya ” merasa sekali ” dihargai dengan sangat.
Saat berhadapan, tatapan mata tentara nampak sekali. Tapi sikap humanis sebagai sesama manusia sangat saya rasakan. Rasa hormat saya yang tinggi bukan semata karena pangkat jabatannya. Karena etikanya, hebat. Pada suatu kesempatan saya kenalkan orang tuaku, sangat santunnya. Pasti menuai doa lagi.
Ilmu hikmahnya, ternyata dengan menjaga etika agar tumbuh paralel dengan prestasi. Bisa sinergis. Menuai banyak dukungan dan doa, sekalipun dalam hati. Yang pasti sukses sesungguhnya belum lengkap, jika belum beretika agar menyenangkan. Hidup bagai mampir minum, hanya puluhan tahun di tengahnya dari ribuan tahun di alamnya.
Tetaplah rendah hati, hingga tiada lagi tempat untuk orang lain yang mau merendahkanmu. Jika direndahkan oleh sesama manusia, pertanda posisinya terlalu tinggi untuknya, belum waktunya. Perjalanan kaki meninggalkan bekas di bumi, tapi perjalanan hidup meninggalkan bekas di hati.
Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630