Judul di atas seram sekali. Tapi itu demi baiknya bangsaku sendiri yang teramat saya cintai, Indonesia. Saya selaku petani dan peternak merasakan itu. Ini dipaparkan maksud tujuannya kaji ulang testimoni dari saya selaku pelaku utama usaha bidang pangan.
Indikator bahwa iklim usaha pertanian pangan Indonesia jelek. Lalu berakibat manifestasinya di bawah ini ;
1. Petani muda usia di bawah 40 tahun 12% (BPS Sensus Pertanian) dari total petani. Penurunan minat anak muda studi pertanian menurun drastis hingga banyak fakultas pertanian dan peternakan kurang mahasiswa, sebagian tutup. Mereka calon pemimpin, pemikir/ilmuwan dan pelakunya.
2. Banyak anak muda lulusan fakultas pertanian, peternakan dan kedokteran hewan tidak mengabdi pada bidangnya. Karena ragu dengan masa depannya. Prof Farida IPB University, risetnya berkesimpulan hanya 28% orang tua petani yang ingin mewariskan profesinya.
3. Alih fungsi lahan pertanian teknis mutu super dengan daya dukung infrastruktur telah alih fungsi 110.000 ha/tahun (BPS Hasil Sensus Pertanian terakhir). Padahal ini daya dukung utama, lahan. Tanpa lahan bermutu dan lengkap infrastruktur, mustahil bisa sejahtera dan produk kompetitif.
4. Inovasi belum terhilirisasi. Prof Satria Rektor IPB University klaim punya benih padi bisa 12 ton GKP/ha. Itu hanya di kampus saja. Tapi faktanya di petani tiada seperti itu. Bahkan rerata produktivitas padi hanya 5,4 ton GKP/ha (BPS). Kalah dengan Vietnam yang bisa 5,9 ton GKP/ha. Fakta lapangan banyak yang hanya 4 ton GKP/ha.
5. Pangan Indonesia oleh Bank Dunia dilaporkan termahal di Asean. Tidak kompetitifnya produk pangan Indonesia, lalu ribut jika ada barang impor. Ini akibat harga pokok produksi (HPP) tinggi lalu harga jual mahal. Harga pangan konsisten naik, berdampak upah naik minimal 8%/tahun akibat biaya hidup tinggi (BPS).
6. Volume impor pangan dan kapital terbang menguras devisa terus cenderung naik. Banyak yang diagonalis negatif. Dulu kita ekspor juara dunia. Tapi saat ini juara dunia volume impornya. Misal gula, sapi, susu, kakao dan tembakau. Ini pertanda pangsa pasar barang impor pangan makin besar. Kesempatan berusaha berkurang.
7. Alih profesi petani sebanyak 0,5 juta KK/tahun atau 5,1 juta KK/10 tahun (BPS Hasil Sensus Pertanian terakhir). Ini menandakan petani tidak sejahtera kalah dengan profesi lainnya. Padahal inilah pilar rohnya pangan Indonesia. Jika tanpa dihambat maka kekurangan petani muda dan tua, jadi ancaman masa depan.
8. Profesi petani kantong kemiskinan. Data BPS 2021, angka kontribusi kemiskinan dari pedesaan ada 51% dan yang 61% nya berprofesi petani. Ini menandakan profesi petani kalah, bukan jadi sebab sejahtera sekalipun ditekuni tetap miskin. Begitu juga peserta tenaga kerja Indonesia (TKI) dominan keluarga petani. Utamanya petani pangan.
Portofolio di atas menggambarkan sebuah keadaan. Produk turunan dari kurang baiknya iklim usaha pertanian Indonesia. Banyak negara sukses mengelola pertanian pangan justru hanya karena mereka pernah jadi mahasiswa kita dan mempraktikkan teori konsep kita. Termasuk konsep koperasi dan ekonomi kerakyatan.
Kita disalip di tikungan oleh mantan mahasiswa kita. Saatnya kaji ulang konsolidasi dan buat strategi baru. Ilmu teknologi inovasi harus dipraktikkan di lapangan, bukan dari ilmu ke ilmu saja. Agar bermanfaat nyata bagi masyarakat. Didukung oleh penyempurnaan iklim usaha yang mutlak tanggung jawab pemerintah. Peneliti dukung inovasi membumi.
Negara sukses berubah, karena sukses cipta kondisi agar makin banyak partisipan pembangunannya.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630