Di banyak negara sedang terjadi PHK (pemutusan hubungan kerja) secara massal. Bukan di Indonesia saja, negara – negara maju juga, di RRC juga dahsyat jumlah penganggurannya karena PHK. Ini akibat dari persaingan global. Lomba murah jual produknya. Karena HPP (harga pokok produksi), indeks biaya produksi dibagi volume produksi rendah, lalu jual lomba murah.
Agar kawula muda bisa memahami dengan mudah dan dapat ilmu hikmahnya. Berikut ini contoh nyata yang sedang terjadi di berbagai negara. Bukan hanya perubahan ekonomi tapi sudah jadi evolusi ekonomi. Tanpa adaptif teknologi, akan mati. Terbukti filosofi, bahwa siapa yang tidak mau berinovasi maka akan mati bisnisnya. Pendek kata ” inovasi atau mati “, harus dipilih. Mutlak.
1). Sayur dan buah.
Kesannya lucu kalau negara tandus tanpa air misal Spanyol, Australia dan lainnya atau negara kecil payau misal Belanda tanpa punya tanah luas subur. Fakta saat ini justru jadi negara penghasil pangan bahkan jadi lumbung pangan dunia. Konkretnya Indonesia yang katanya luas subur banyak air, tapi impor buah dan sayur jumlah triliunan dari Selandia Baru dan Australia. Impor sayur saja minimal 81.000 ton/tahun (BPS).
Ini semua karena HPP nya rendah. Indeks biaya produksinya sangat kompetitif, selain kualitas dan kuantitasnya dijamin kontinuitasnya. Semua pekerjaan yang bisa dikerjakan oleh mesin, robot, digital maka tidak dikerjakan oleh manusia. Agar tanpa gajian mahal, rewel suka demo pula. Memakai pertanian cerdas inovatif. Dibangun agroklimat dan ekosistem sesuai maunya tanaman.
Yang mutlak harus dikerjakan oleh manusia, maka merekrut dari negara lain termasuk dari Indonesia. Itulah sebabnya beberapa tahun terakhir tenaga kerja Indonesia banyak antri di Australia termasuk lulusan Sarjana (S1) dan Master (S2) mau buruh memetik buah. Sama persis perlakuan di Singapura, tenaga kasar gajian tidak banyak tapi tidak bisa mekanisasi maka merekrut dari negara lain.
Konkretnya, karena inovatif dengan irigasi drip di dalam green house maka tanpa butuh banyak air dan tanpa tanah subur luas. Apalagi anggaran herbisida dan pestisida, itu ditiadakan. Karena memang tiada organisme pengganggu tanaman (OPT). Direncanakan dengan matang profilaksis biocontrol strain mikrobanya. Otomatis hasilnya sehat dan bermutu. Biaya murah, produktivitas berlipat, jadilah HPP rendah. Siap jual murah.
Konsekuensi logisnya. Pasar di Indonesia utamanya kelas menengah ke atas mudah berpihak. Karena sudah tahu STP (segmenting targeting positioning) nya, sudah dianalisa terlebih dulu data dari intelijen pasarnya. Konkretnya, sering orang Bule dari Australia dan Selandia Baru survei ke Pasar Induk di Indonesia untuk mencari data apa maunya pasar. Lalu maunya pasar dipenuhi. Jadilah marketable.
2). Manufaktur.
Sekarang eranya sudan AI. Cara berpikirnya para pengusaha sebagai investor pemilik industri, buat apa pusing menghadapi banyak buruh yang rewel kadang banyak maunya, yang tidak logis. Mendingan pabriknya ditutup saja, dominan buruhnya diganti dengan robot yang sekali investasi tidak terlalu mahal . Tapi bisa total loyal setia terus kerja sangat presisi selama 24 jam. Ibaratnya 100 buruh bisa diganti dengan 1 robot saja.
Contoh lain lagi, buat apa muat barang dengan manual ribet lama dan mahal. Kalau ada mesin loader jauh lebih cepat dan murah. Hanya butuh seorang operator bisa kerja muat 200 ton/hari. Menggantikan 40 orang pekerja bongkar muat di gudang. Begitu juga, buat apa ada tukang karcis memungut uang parkir dan jalan tol, terlalu sering salahnya. Jika ada pembanding cukup memakai kartu E Tol. Puluhan ribu lapangan kerja, direbut oleh sistem digital ini.
Otomatis biaya produksi murah, anggaran gaji upah murah tiap bulannya. Tapi waktu bersamaan jumlah hasil yang dikerjakan lebih banyak lagi dan pas. Jika dibuat indeks (HPP) jadilah murah. Lalu sanggup menjual barang produksinya murah sekali termasuk meluber ke luar negeri. Jadilah merusak harga pasar produk pesaingnya. Pabrik pesaing cashflow terganggu lalu tutup, PHK massal.
Konkretnya ongkos kirim cocopeat limbah sabut kelapa dari Banyuwangi ke RRC hanya 40% ongkos kirim cocopeat dari Banyuwangi ke Pangkalan Bun Kalteng. Mereka bisa murah karena semua serba otomatis mekanisasi yang murah meriah, mulai di pelabuhan, jalan tol hingga sampai pabriknya. Setelah jadi produk jadi bisa jualan lomba murah kembali ke Indonesia. Lalu kita kalah bersaing. Akhirnya banyak korban PHK massal.
Arti kisah di atas dalam pembelajaran ilmu hikmah. Bahwa iptek dan inovasi harus dipraktikkan agar masyarakat terampil hidup inovatif, lalu produknya kompetitif. Tidak jamannya lagi kita membusungkan dada, karena merasa kaya SDA berlimpah luas subur, tapi tanpa SDM hebat. Buktinya banyak TKI Sarjana antri cari kerja di Australia yang tandus penghasil buah, sayur dan sapi. Apalagi iptek kalau cuma dihafal, itu dagelan bakal ketinggalan. Apa yang diajarkan, harus dijabarkan di lapangan.
Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630