Sungguh, kita harus banyak bersyukur bisa hidup di negara tropis, apalagi Indonesia yang luas terbentang sepanjang khatulistiwa. Semua buah tropis bisa tumbuh subur produktif. Sejujurnya, saya selaku petani kesal sekali. Hanya bisa menahan nafas saja.
Pada saat mendengar sahabat cerita mendatangkan jambu merah jumlah banyak rutin dari Vietnam, diekstrak lalu dipasok ke industri besar, dikemas memakai merek dagang populer, laku keras, apalagi saat musim demam berdarah. Laris manis.
Walaupun tanpa bisa dipungkiri, sebagian diekspor kembali setelah dapat nilai tambah. Perusahaan industri hilirisasi inovatif tersebut cipta lapangan kerja sekaligus cetak pajak dan devisa. Andaikan diproduksi di Indonesia, lumayan. Tapi siapa mau bertani ?
Beda lagi dengan sahabat saya yang lain lagi. Saat harga buah naga murah karena berlimpah belum ada industri hilirnya. Kontan membuat pabrik buah naga jadi powder/tepung dan kulitnya jadi pewarna alami buat makanan. Terasa sekejap melesat usahanya.
Karena inovatif. Berjiwa pengusaha. Melakukan intelijen bisnis ke Amerika Serikat dan Eropa. Harganya di atas Rp 300.000/kg. Padahal rendemennya 17%. Harga pokok produksi (HPP) hanya maksimal Rp 50.000/kg buah naga wujud tepung kadar air maksimal 5% saja.
Artinya 1 ton buah naga segar ” all grade ” modal maksimal Rp 7 juta atau harga Rp 7.000/kg. Jadi 170 kg buah naga powder (tepung). Jika dibagi jadi indeks Rp 7 juta : 170 kg = Rp 41.000/kg. Belum lagi dapat bonus dari kulit jadi pewarna makanan kemasan. Hemm.
Nilai jual termurah Rp 100.000/kg buah naga powder. Laba Rp 59.000-an/kg buah naga powder. Artinya profit margin minimal 140%. Ehm ! Belum lagi bonus dari kulitnya jadi kripik atau pewarna makanan. Apalagi kalau diekspor. Tidak perlu waktu 1,5 tahun untuk kembali modal investasi (ROI) nya.
Kinerja selama 1 tahun butuh bahan baku 10.000 ton atau 28 ton/hari atau 5 truk/hari. Maka dapat laba Rp 1.700 ton x Rp 59.000/kg = Rp 100 miliar/tahun. Tutup mata. Tinggal duduk manis, berpangku tangan sambil siul – siul, gitaran. Kadang pura – pura apa pun tiada tahu. Senyum – senyum.
Itu pun katanya banyak berjasa cipta lapangan kerja menolong para pengangguran agar produktif, keluarganya sejahtera tidak lagi tergantung pada bansos pemerintah atau bantuan pihak lain. Bayar pajak banyak karena ekspor, PPN, PPh dan lainnya. Devisa juga lumayan.
Rekreasinya jadi jadi ” Dosen Tamu ” terbang sana sini di banyak kampus ” Top Markotop ” mendorong anak muda agar pada mau memulai. Lalu juga cipta lapangan kerja. Alasannya ada 7,99 juta orang pengangguran 13,33% lulusan perguruan tinggi (BPS).
Ada lagi yang menarik, kalau undangan dari Pemda atau Kementerian selalu dapat perlakuan khusus. Misal duduknya di barisan depan. Kalau ada kegiatan sosial kemanusiaan bisa berpartisipasi nilai nominal plus. Baru terasa bermanfaat. Banyak yang mengucapkan terima kasih dengan tulus.
Kawula muda, anda minat jadi insan seperti ilustrasi di atas ? Awali pada kesempatan pertama. Ibarat mau jadi pembalap. Tidak perlu belajar pakai Harley Davidson. Pakai saja seadanya dulu. Karena pasti jatuh bangun dulu. Itu proses, nikmati, sambil ketemu sukses. Barulah beli Harley Davidson berjejer pun bisa. Majuuu jalan !
Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630