Wayan Supadno
Tulisan ini hanyalah jenaka semata. Fiksi saja. Bukan berdasarkan fakta. Kalaupun ada pernyataan yang menyerupai situasi lapangan itu hanya kebetulan saja. Apalagi jika sama dengan kejadian kisah seseorang, juga kebetulan. Maklum cuma Pak Tani saja, sedang menghibur diri.
Filosofi alami, prinsip burung selalu berkumpul dengan jenis yang sama. Kesukaan bertengger di dahan dan suara kicauannya sama. Sangat tidak mungkin akan kumpul dengan predatornya. Terkecuali burung Sri Gunting, yang berani bertengger di atas kepala burung predatornya.
Karena burung Sri Gunting bermental pemberani tiada tanding. Pola pikirnya gerak cepat. Dengan sunyi senyap, bisa bersuara nyaring menyerupai predator puncaknya. Paling tidak suka jika wilayahnya diacak – acak. Burung predator tersebut diusir dengan ” strategi mobbing ” nya.
Begitu juga manusia. Yang punya tabiat sama, biasa kumpulnya dengan sama seleranya. Kalau yang suka ke tempat suci dan menunaikan ibadah suci orangnya sama. Yang suka bisnis ” hangat panas ” sama juga, sering kumpul dan pembahasannya sama juga.
Berikut ini ilustrasi sebuah fiksi cerita karangan semata. Tapi punya kandungan ilmu hikmah penambah wawasan pola pikir. Agar tahu multi segmentasi. Ibaratnya, jika matang dan luas wawasannya. Jika ada macet sedikit saja tidak teriak – teriak, selalu ada solusi, karena terlihat dari atas.
1). Ekspor Impor BBM.
Sekelompok orang jumlahnya tidak banyak. Kecil saja. Tapi asetnya puluhan triliun. Sebagian parkir di Singpaura. Kantor dan rumahnya juga di Singapura ada. Bisa punya puluhan triliun karena labanya besar, transaksinya skala ratusan triliun per tahunnya. Dianggap bandar politisi.
Aman karena diamankan banyak pihak, termasuk diamankan oleh para pembuat undang – undang. Bahkan pengamanpun bisa diam, karena diamankan juga. Begitu ekosistemnya diganggu, kran air rejekinya mau disumbat dan bahkan mau dipermalukan dengan ancaman.
Dana parkir di Singapura dicairkan hanya Rp 5 triliun saja, gabungan. Dimasukkan beberapa kontainer dikirim ke Indonesia. Diborongkan ke ” tukang adu domba ” di media masa dan pemain jalanan selera nasi bungkus massal. Membuat perlawanan. Sangat logis, cegah dini agar terkendali.
2). Negosiasi Hilirisasi.
Sekelompok orang. Jumlahnya sedikit. Punya usaha sawit ratusan ribu hektar. Asetnya puluhan triliun juga. Karena pabrik hilirisasinya yang nilai tambahnya sangat tinggi, investasinya di luar negeri. Di Indonesia hanya kebun dan pabrik sampai CPO , RPO dan PKO saja. Tiap tahun ekspornya puluhan juta ton.
Begitu digalakkan program hilirisasi dan penertiban kawasan kehutanan. Sakit hati. Karena selama ini merasa tidak salah. Dulu tidak ada batas antara milik kehutanan atau bukan. Ada legalitasnya dari pemerintah, tanda tangan pejabat sebagai wakil negara. Pendek kata, regulasinya tidak konsisten.
Apalagi negara tujuan ekspor juga akan terancam PHK massal jika distop ekspor CPO dan RPO nya. Pajaknya untuk APBN negara tersebut akan terancam. Tidak heran negara maju berduit banyak tersebut bersekutu dengan The Have, melawan. Mendanai media massa agar beritanya miring terus hal Indonesia.
3). Indonesia Berpaling.
Dunia geger dengan sikapnya Indonesia mirip Burung Sri Gunting, gabung dengan BRICS. Ini ancaman bagi AS, yang punya kepentingan bahan baku industrinya. Selama ini impor dari Indonesia. Tambang mineral, minyak mentah kernel inti sawit (PKO) bahan baku suplemen, kosmetik dan farmasi banyak pabrik di AS.
Tekat bulat pemerintahan bersih dari korupsi, Program utama Presiden Prabowo. Ini juga ancaman bagi Singapura tempat menyimpan uang haram hasil korupsi di Indonesia. Jika terjadi hilirisasi banyak komoditas dan bebas korupsi, Singapura gigit jari. Asli. Apapun caranya agar bisa menunda.
Ilmu hikmahnya. Tidak perlu heran jika akhir – akhir ini berimplikasi negatif. Itu hanya manifestasi. Demo di jalanan, media massa beritanya negatif. Medsos apalagi. Harga saham dan rupiah turun drastis. Psimis memang lagi diciptakan. Yang pasti sejak dulu ribuan tahun budaya kita suka diadu domba dan suka mengadu domba sesama anak bangsa oleh Asing.
Suka korupsi. Misal, membangun jalan Anyer sampai Panarukan sudah dibayar lunas oleh VOC saja, tidak sampai ke rakyat sebagai pekerja karena dikorupsi oleh Mandor dan Bupatinya jaman itu. Tabiat itu akan terus turun temurun, tidak berhenti jika kita tidak menghentikannya. Awali dari diri sendiri, sekecil apapun dan sedini mungkin.
” Tuhan tiada akan mengubah nasib suatu kaum, jika kaum tersebut tidak berusaha mengubah nasibnya sendiri “, itu pesan di Kitab Suci.
Salam Setia š®š©
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630