Mon. Jun 23rd, 2025

Artikel ini, hanya sebatas hiburan belaka. Jenaka sifatnya, mengisi waktu di dalam pesawat, penerbangan dari Medan ke Jakarta. Artinya jika kisah ini ada kemiripan dengan orang lain, hanyalah kebetulan belaka. Tiada sengaja.

Sepulang memberi pembekalan ke mahasiswa, pemilik masa depan Indonesia. Tentang ” Entrepreneurship ” di salah satu kampus swasta populer karena banyak alumninya jadi pebisnis. Kerjasama dengan kampus SUSS Singapura.

Walaupun sekedar fiksi, halusinasi dan bersifat menghibur pembaca. Tapi kaya ilmu hikmah sumber pembelajaran. Tinggal kita mampu atau tidak menjadi gembala badan sendiri. Mampu atau tidak memilih dan memilah mana yang benar atau salah.

Kisah fiktif ini memberi pesan sebuah simulasi bisnis. Bisnisnya benar atau salah. Bisnisnya bermanfaat atau merugikan, kita yang menyaring jadi hakimnya. Cukup sekedar tau. Mau hidup berdharma atau berdrama. Tergantung kita sendiri.

Seorang punya pabrik kelapa sawit (PKS) dan kebun sawit. Membeli dari pelaku bisnis lainnya. Kisahnya kebun dan PKS dibangun tahun 2000-an. Karena membeli take over fasilitas perbankan tentu legalitasnya sudah rapi semua.

Juga dapat fasilitas bank tersebut PKS dan kebunnya tumbuh berkembang pesat. Biasalah, tidak selamanya kesuksesan kita akan linier dengan kebahagiaan orang lain yang menyaksikannya. Kadang SMS (senang melihat sengsara) atau sebaliknya.

Lalu direkayasa, dicari data pendukung. Ternyata PKS dan kebun sawit yang sudah lengkap legalitasnya tersebut ” ilegal “. Aspal, asli tapi palsu. Sama – sama dapat perlindungan UU pengatur negara. Sama kuatnya, sama salah atau sama benarnya.

Karena sekalipun sudah HGU (Hak Guna Usaha) dan SHM (Sertifikat Hak Milik) serta ada izin lainnya yang lengkap semua. Ternyata di kawasan kehutanan HPK (Hutan Produksi Konversi) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Yang paling jadi masalah menguras keringat dan menjadikan keluarga serentak meradang kering kerontang. Ternyata memakai dana perbankan ratusan miliar. Pihak bank tidak merasa bersalah mendanainya karena legal semua.

Seseorang tersebut pemilik PKS dan kebun sawit juga merasa tidak salah. Karena saat beli legalitasnya lengkap benar menurut versi Notaris dan BPN (Badan Pertanahan Nasional) saat take over tahun 2010-an.

Tapi di mata Kementerian LHK, itu salah. Sekali lagi itu salah dan ilegal. Dasarnya penertiban tahun 2014-an. Kementerian LHK menganggap BPN, Notaris, Bank dan pemilik PKS maupun kebun sawitnya, ” salah semua “. Inilah permainan bisnis langit.

Kejadian serupa banyak di Indonesia tercinta ini. Misal ada satu kampung transmigrasi di Kalimantan Selatan, lahannya sudah SHM semua di atasnya ada bangunan rumah, sekolah, tempat suci dan lainnya. Tapi tumpang tindih dengan HGU perusahaan.

Habis tuntas. Diratakan ratusan rumah, tempat suci dan lainnya. Siapa benar dan siapa salah. Sama saja, karena sama legalnya. Sebelah pedoman punya HGU dan sebelah lagi punya SHM. Tergantung pejabat langit sebagai pemutusnya.

Sayangnya ” pejabat langit ” tersebut hanya sebutan ” pejabat tinggi ” di dunia fana ini. Masih manusia biasa punya pancaindra dan nafsu. Masih suka ini dan itu. Masih bisa salah dan khilaf. Termasuk memutuskan keadilan dalam sengketa di atas.

Lalu, apa kaitannya dengan bisnis ? Tentu sangat erat sekali. Dana bank ratusan miliar untuk mendanai PKS dan kebun sawit jika ilegal selain pidana juga perdata ratusan miliar nilainya. Apalagi jika diancam publikasi akan mati reputasinya.

Sebaliknya, juga dapat ” cuan miliaran “, hanya dengan cipta kondisi. Pokoknya nikmat jika jadi pebisnis langit. Persis seperti lirik lagu Iwan Fals judulnya ” Kemesraan Ini “. Bunyinya, kemesraan ini janganlah cepat berlalu, hatiku damai ingin tetap bersamamu…

Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *