Tue. Sep 17th, 2024

Kawula muda, sejujurnya saya orang yang paling tidak percaya kalau jiwa bisnis, kepekaan intuisi, refleks naluri bisnis dan keterampilan mengelola bisnis dianggap bagian dari bakat keturunan. Sekali lagi, saya sama sekali tidak percaya mitos itu.

Saya juga sama sekali tidak suka dan tidak percaya kalau kesuksesan seseorang. Hanyalah karena faktor kebetulan dan keberuntungan semata. Justru saya meyakini itu terjadi karena keberpihakan Tuhan, karena menghargai jerih payah manusia, umat Nya.

Tuhan menghargai manusia bermental, berintelektual dan beretika mumpuni. Bukan penakut dan mudah menyerah. Bukan anggota dari ” Pasukan Penyerah “. Bukan manusia pemalas yang suka mengeluh dan menyalahkan keadaan serta tidak menghargai jerih payah orang lain.

Bukan juga manusia yang karena banyak predikat melekat pada dirinya. Lalu memandang pihak lain hanya dengan sebelah mata. Mengomentari pihak lain hanya dengan sedangkal pikirannya saja. Menghakimi orang lain semaunya sendiri, orang lain dianggap seburuk isi hati dan tabiat hariannya saja.

Misal saja, proses tumbuh kembang seseorang lalu jadi sukses bermanfaat bagi orang lain jumlah banyak, itu dianggap hanya faktor kebetulan belaka. Dituduh tanpa dasar, katanya anak konglomerat atau karena punya koneksi pejabat nakal, misalnya. Menganggap dirinya paling suci dan jadi juru kunci pintu surga.

Intuisi, ibaratnya benih dari sebuah pohon bisnis. Artinya jika mau jadi pebisnis harus punya keterampilan diri dalam melahirkan ide gagasan bisnis (intuisi), itu terwujud jika punya naluri bisnis. Refleks bisa menangkap peluang bisnis sebelum daya nalar analisis teknis, itulah naluri bisnis.

Karena refleks berintuisi bukan bagian dari warisan. Maka hal mutlak harus memberdayakan diri, harus membekali arti dari intuisi lalu ” melatih diri ” agar terbiasa hingga refleks tanpa kajian analisis matematis terlebih dulu. Artinya ketemu siapa saja, apa saja, di manapun juga dan kapanpun juga, dengan segala situasi. Harus lahir intuisi bisnis.

Contoh pengalaman saya pribadi. Saat melihat ada batu baru diangkuti jadi bahan bakar steam boiler bertruk – truk tiap harinya. Sisi lain saya melihat ada cangkang sawit berpotensi kadar kalorinya sama. Saya uji mutu skala kecil dan uji efektifitas skala besar 2 truk di pabrik. Awalnya saya uji skala kecil merebus air jumlah sama satu kaleng.

Kaleng A isi air direbus dengan batu baru, kaleng B direbus dengan cangkang sawit. Ternyata matangnya air bersamaan. Lalu saya membuat proposal sederhana kajian telah ” cost and benefit analysis ” nya. Juga kajian terhadap dampak sosial lingkungan. Ternyata goal. Itulah ” Intuisi Bisnis “.

Dari ide gagasan bisnis, intuisi bisnis itulah saya dapat apresiasi. Royalti selama 5 tahun boleh memasukkan cangkang sawit pengganti batu bara. Tiap hari 4 tronton, setara minimal 100 ton/hari. Sulit modal, cari ide bisnis lagi, agar semua didanai oleh pemilik truk dibayar setelah invoice cair. Agar bisa win – win solution.

Sama halnya saat saya jual beli karung bekas menggunung di gudang PTPN IV Sumatera Utara. Ikan mas murah meriah dijual ke daerah yang mahal. Batu kapur pemutih pulp yang tungkunya hingga berlumut karena macet pemasaran laku jadi lancar jaya. Pinang berserakan puluhan tahun tanpa tersentuh hingga tumbuh di pangkalnya bisa saya ekspor.

Kesimpulan, bahwa sebesar apapun sebuah bisnis usia ratusan tahun dengan mengkaryakan ribuan karyawan. Semua berwal dari intuisi dari pebisnisnya. Berawal dari refleks peka menangkap peluang usaha. Dikaji ilmiah kalkulasi logis. Dijui dan dijalankan. Pasti jatuh bangun, tapi tidak berhenti. Tetap melangkah berbekal ilmu hikmah langkah sebelumnya.

Salam Berintuisi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *