Sun. Oct 20th, 2024

Selama setahun terakhir ini dunia diguncang ekonominya, jutaan tenaga kerja dirumahkan. Di Indonesia sama juga, kelompok masyarakat menengah mengalami goncangan ekonomi teramat berat juga. Yaitu di atas 100. 000 orang jadi korban PHK.

Karena perubahan pola produksi industri dari manual ke mekanisasi robotik, digital, AI dan lainnya. Di berbagai negara, utamanya di RRC sebagai pemilik produk pemimpin pasar global. Karena targetnya agar biaya produksi makin murah, tapi jumlah produksi makin banyak.

Contoh, biasanya harus menyediakan anggaran untuk gajian Rp 60 miliar/bulan karena karyawannya 10.000 orang. Agar murah cukup diganti robot, digital dan AI. Tinggal 100 orang saja karyawannya anggaran gajian tinggal Rp 600 juta/bulan. Sisa 9.900 orang di PHK.

Implikasinya, pengusaha bisa hemat biaya produksi tapi jumlah produksi naik. Harga pokok produksi (HPP) dalam indeks biaya produksi tiap produk jadi murah. Kompetitif. Bisa makin punya daya serang di pasar. Penetrasi produk ke pasar global makin leluasa.

Sebaliknya pada perusahaan yang biasa menampung tenaga kerja 10.000 orang, tereduksi tinggal 100 orang saja. Sisanya 9.900 orang dikorbankan. Di PHK. Tidak lagi punya pendapatan rutin tiap awal bulan gajian. Praktis daya beli turun.

Anggaran belanja rumah tangga dikurangi. Tentu mulai memakan uang tabungan. Selain itu pola belanjanya juga berubah total. Makin super hemat. Karena dihemat jumlah massal, maka pendapatan pabrik, toko dan warung turun drastis juga.

Karena permintaan pasar turun, maka agar punya penjualan dan pendapatan. Terpaksa harga jual diturunkan baik secara diskon, bonus atau apapun namanya. Inilah proses terjadinya deflasi riil di lapangan. Karena berlarut belum juga dapat pekerjaan, makin terhimpit ekonominya.

Saya pernah punya pengalaman seperti ini. Multi segmen. Mulai skala kecil saat kuliah, tiada pemasukan tapi kewajiban antri mulai biaya hidup harian hingga kewajiban membayar SPP di kampus Unair Surabaya. Pusing, walau skala kecil.

Skala besar juga pernah saya alami 15 tahun silam. Karena tertipu oleh mitra usaha, bangkrut Rp 38 miliar ludes total. Wujud usaha rumah sakit, klinik apotik dan perusahaan di bidang properti terpaksa dijual semua. Demi nama baik, maka jadi mumet juga.

Situasi seperti ini hal mutlak adalah makin bisa kendali diri agar bermental baja. Makin kompak dengan keluarga. Makin cinta pekat kepada Tuhan dan Orang Tua. Menguatkan moril pasukan tim pemikir agar tetap punya spirit yang tinggi. Kendali diri dan perusahaan.

Karena saat itu saya belajar pada banyak kisah orang lain. Biasanya saat situasi sulit, di dalam rumah tangga banyak yang tidak kompak. Justru saling menyalahkan lalu banyak yang berujung cerai. Seperti saat ini pasti di Pengadilan Agama banyak gugatan perceraian.

Bahkan banyak yang bermental lemah. Lalu lari dari kenyataan. Misal kalau kita lihat di berita, kejahatan meningkat. Kasus minggat dan bunuh diri juga meningkat. Mungkin saat di PHK tidak tepat waktu, misal baru saja akad kredit rumah dan kendaraan dengan DP uang tabungan, kena sita.

Solusi konkretnya, secepatnya kendalikan cashflow. Arus kas keuangan segera diseimbangkan. Pengeluaran diminimalkan tapi segigih mungkin berusaha mandiri. Jangan lagi terlalu berharap melamar kerja karena akan nasibnya serupa juga. Akan mengurangi pekerja juga.

Karena saat ini eranya ” tsunami gelombang ” perubahan global dari manual ke robotik. Tenaga kerja diadu dengan robot, mana yang lebih skill dan murah upahnya serta tanpa lelah bisa kerja 24 jam. Tentu robot makin menang. Bahkan idealnya kita harus memanfaatkan robot, digital dan AI.

Pendek kata, ilmu hikmahnya. Inilah momentum jadi pelaku usaha bukan lagi pencari usaha. Peluang usaha terbesar pada dunia pangan (agro inovatif). Segera hijrah mentalnya, segera hijrah komunitasnya dan segera hijrah lokasinya belajar ke yang sukses.

Di luar Jawa tanah murah subur menjanjikan. Tak ubahnya saya, 15 tahun silam sejengkal tanah tiada punya. Maaf, puji syukur saat ini punya ratusan hektar kebun produktif, sapi ratusan ekor dan usaha lainnya. Setidaknya anggaran buat gajian karyawan minimal Rp 740 juta/bulan. Cipta lapangan kerja.

Catatan terpenting, peluang terbesar penolong kita. Bukan dengan cara habis energi menyalahkan orang lain atau keadaan. Tapi dengan cara mawas diri dan menjaga nama baik. Ternyata nama baik atau merk perorangan jadi sebab orang lain mau percaya ke kita mengawali dan mengembangkan usaha.

Prinsip, kita boleh saja punya utang harta jika terpaksa, tapi jangan ingkar. Kita boleh saja bangkrut harta jika terpaksa, tapi jangan bangkrut mental moral nama baik atau merek perorangan. Karena ” merek perorangan ” itulah calon penolong kita. Tetap semangat, majuuu jalan !

Salam Mandiri 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *