Kawula muda, mutlak harus sadar bahwa ekonomi masa depan adalah ekonomi yang menyenangkan semua orang. Artinya sehat, bermanfaat, ramah lingkungan dan berkelanjutan karena terbaharukan.
Itulah sebabnya pada 20 tahun terakhir negara – negara maju. Orientasi riset dan pengembangannya pada obyek ekonomi sirkular. Memberdayakan yang berlimpah karena dianggap sampah/limbah.
Konkretnya ;
Sawit.
Industri pabrik kelapa sawit (PKS) tiada lagi menggunakan energi fosil. Melainkan limbahnya yang berlimpah jadi pembangkitnya di antaranya tankos dan cangkang sawit jadi bahan bakar steam boiler. Itupun sisa.
Limbah bungkil sawit hasil sisa perah dari kernel inti sawit jadi PKO. Suatu perusahaan punya 6 PKS. Daya olahnya 6 000 ton TBS/hari atau 2 juta ton TBS/tahun. Dapat bungkil 3% nya setara 180.000 ton/tahun.
Limbah bernama bungkil tersebut jika dijual hanya Rp 1.600/kg. Lalu divisi risetnya merekomendasikan agar jadi pellet pakan ternak. Hanya dItambah tapioka perekatnya kadar 5% harga berubah jadi Rp 3.300/kg laris manis.
Pendek kata dapat omzet Rp 3.300/kg x 180.000 ton, setara Rp 600 an miliar/tahun. Hanya karena mau riset ekonomi sirkular mengubah limbah agar jadi komoditas bernilai tinggi dan penambahan modal tapioka 5%. Berkat inovatif jadi rebutan peternak.
Tidak sampai di situ saja. Karena untuk steam boiler tankosnya masih banyak sisa, maklum rendemen tankosnya 23% dari total TBS yang diolah setiap hari mengolah 6.000 ton TBS, setara hampir 1.300 ton tankos/harinya.
Ini mau diberdayakan jadi bahan bakar di PLTU di banyak negara yang mulai meninggalkan batu baru. Tankos dan pelepah tua mau dijadikan wood pellet. Harga minimal Rp 2.000/kg jelas sekali omzetnya.
Nangkring berkat tim pemikir divisi risetnya. Mau dapat omzet tambahan dari wood pellet 6.000 ton/hari x 23% x 350 hari x Rp 2.000/kg = Rp 1 trilliun/tahun. Enak tenan punya tim pintar – pintar.
Belum lagi limbah cairnya yang 80% dari TBS mau dipakai sumber listrik dan gas. Sisa permentasi jadi pupuk hayati. Makin ngeri lagi omzet dan laba kumulatifnya jika semua dihilirisasikan dengan inovasi membumi.
Sungguh, kita bersyukur dapat anugerah Tuhan punya sawit 16,38 juta hektar. Banyak negara ngiler dengan sawit kita. RRC dan India ngotot menanam sawit juga sekalipun biayanya 2 kali lipat Indonesia sesama 1 hektarnya, karena agroklimat tidak tepat.
Ilmu hikmahnya, siapa yang mau tampil di masa depan hal mutlak harus gemar investasi pada dunia penelitian. Sekaligus harus berani pada kesempatan pertama adaptif dengan teknologi inovasi. Utamanya yang ramah lingkungan terbaharukan nol limbah ekonomi sirkular memberdayakan limbahnya.
Salam Hilirisasi Inovasi š®š©
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630