Mon. Jun 23rd, 2025

Dari data di bawah ini bisa kita ambil ilmu hikmah pembelajaran apa saja yang terkandung di dalam agar bisa diprediksi dan diantisipasi dengan bijak cerdas penerapan ekonometrika, data empirik untuk kepentingan ekonomi.

Di Jepang lebih 50% jumlah petani menurun drastis untungnya banyak diselamatkan oleh warga negara pendatang utamanya dari Indonesia, sama dengan di Australia turun 15% jumlah petaninya dan di Amerika Serikat begitu juga hingga 11% turunnya.

Padahal mereka negara maju, teknologi tinggi dan lahan luas. Logikanya mereka lebih antusias bertani dan makin banyak jumlah petani mudanya. Karena sejahtera implikasi dari skala luas dan harga pokok produksi (HPP) rendah jadi laba tambah. Tapi data faktanya terbalik.

Bahwa secara global, semakin sedikit generasi muda yang mau melanjutkan profesi sebagai petani. Pertanian dianggap tidak menarik, tidak menjanjikan dari segi ekonomi dan kalah pamor dibanding pekerjaan di sektor lain.

Akibatnya, jumlah petani terus menurun dan yang tersisa mayoritas adalah lansia. Ini berimplikasi pada volune pangan yang makin berkurang dari tahun ke tahun, diagonalis negatif dengan penambahan jumlah penduduk bumi ini.

Dunia sedang menghadapi krisis keberlanjutan profesi petani. Ini bukan hanya masalah tenaga kerja, tapi juga ancaman langsung terhadap ketahanan pangan jangka panjang.

Ekonometrika, apa saja yang bisa dianalisis secara statistik ?

Secara ekonometrik, masalah ini bisa dianalisis dengan melihat hubungan antara variabel-variabel penyebab dan tingkat regenerasi petani.

Misalnya, kita bisa membuat model statistik untuk mengukur pengaruh. Pendapatan petani terhadap minat anak muda menjadi petani. Ini sangat penting jadi bahan objek riset hingga tahu sebab masalah dan tahu cara mencari jalan keluarnya.

Tingkat pendidikan terhadap pilihan karier di sektor pertanian. Luas lahan pertanian keluarga terhadap kemungkinan diwariskannya. Jadi salah pemicu utama terjadi degradasi pelaku usaha pertanian.

Urbanisasi terhadap penurunan tenaga kerja tani. Akses teknologi terhadap peningkatan produktivitas dan daya tarik sektor pertanian pangan.

Dengan data panel atau cross-sectional, analisis regresi logistik atau model probit bisa menunjukkan bahwa rendahnya pendapatan, sempitnya lahan, dan kurangnya akses teknologi adalah faktor signifikan penyebab gagalnya regenerasi.

Data dan fakta yang relevan apa saja ?

Fakta global menunjukkan bahwa rata-rata usia petani di dunia kini lebih dari 60 tahun. Hampir semua negara mengalami tren menurunnya jumlah petani muda. FAO mencatat bahwa kurang dari 10% petani di negara berkembang berusia di bawah 35 tahun.

Di Indonesia, data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa rata-rata usia petani adalah 53 tahun. Hanya sekitar 12% petani yang berusia di bawah 40 tahun.

Ini menandakan bahwa profesi petani sangat tidak diminati generasi muda. Sementara itu, konversi lahan pertanian ke perumahan dan industri terus terjadi, sekitar 100.000 hektar per tahun.

Pendapatan petani pun menjadi masalah utama. Sebagian besar petani Indonesia hidup dari lahan kecil, di bawah 0,5 hektar dan penghasilannya berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR).

Peluang dan ancaman di masa depan apa saja ?

Di balik ancaman, ada peluang. Ancaman utama tentu adalah krisis pangan. Bila tidak ada yang meneruskan profesi petani, maka produksi pangan akan menurun.

Negara bisa menjadi tergantung pada impor, harga bahan pokok bisa melambung, dan konflik sosial bisa meningkat akibat kelangkaan pangan.

Ancaman lainnya adalah degradasi lahan akibat alih fungsi dan hilangnya pengetahuan lokal tentang pertanian yang diwariskan secara turun-temurun.

Namun ada peluang besar juga. Meningkatnya permintaan terhadap produk organik, lokal, dan berkelanjutan memberi ruang bagi pertanian modern.

Teknologi seperti smart farming, drone, Internet of Things (IoT), dan pasar digital membuat pertanian bisa lebih efisien, menarik dan menguntungkan.

Pertanian juga menjadi bidang yang strategis bagi startup dan wirausaha muda. Ini banyak kisah nyata kaya ilmu hikmah sumber pembelajaran bahwa jadi petani sangat menjanjikan asal inovatif dan berjiwa pengusaha.

Solusi yang bisa diterapkan ?

1). Pemerintah harus menjadikan regenerasi petani sebagai isu nasional. Ini bisa dimulai dari pemberian insentif dan modal usaha bagi petani muda, keringanan akses lahan, serta jaminan harga jual hasil panen.

2). Pendidikan pertanian harus dimodernisasi. Sekolah kejuruan pertanian dan kampus pertanian harus mengajarkan pertanian berbasis teknologi, kewirausahaan, dan manajemen usaha tani.

3). Penting adanya perubahan cara pandang. Anak muda perlu diyakinkan bahwa menjadi petani bukanlah profesi kuno, tapi justru bagian dari solusi masa depan. Kampanye ” petani adalah profesi strategis ” harus terus digalakkan.

4). Kolaborasi antara sektor swasta, koperasi, dan startup pertanian harus ditingkatkan untuk menciptakan ekosistem agribisnis yang kuat dari hulu ke hilir. Digitalisasi dan integrasi ke pasar global bisa menjadikan pertanian sebagai sektor unggulan.

Kesimpulan :

Dunia sedang menghadapi krisis regenerasi petani. Jika tidak diatasi, ini akan menjadi bom waktu yang menghancurkan ketahanan pangan global. Inilah riil ancaman sangat serius masa depan kita hidup di atas bumi ini. Harus jadi atensi semua pihak.

Namun, dengan inovasi, teknologi, insentif yang tepat dan dukungan ekosistem yang kuat, profesi petani bisa menjadi profesi masa depan yang strategis, menguntungkan dan membanggakan. Buktinya saya sendiri, empirik testimoninya.

Salam Setia Pancasila 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *