Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data bahwa ada 9,9 juta anak muda usia 15 sd 24 tahun biasa disebut Generasi Z atau Gen – Z. Mereka tidak sedang menjalani pendidikan, pelatihan dan bekerja. Menganggur.
Sebanyak hampir 10 juta jiwa, sama artinya jumlah kelahiran anak selama 4 tahun pada 20 tahun silam. Jika pertumbuhan asumsi rerata 2,5 juta bayi per tahunnya atau 1,3% pada 20 tahun silam. Waktu lahir ditimang – timang dengan penuh harapannya.
Pertanyaan kritisnya. Pengangguran 9,9 juta anak muda pada ” usia emas ” tersebut. Sesungguhnya hanyalah akibat saja. Hanya manifestasi, akibat dari apa yang sesungguhnya sedang terjadi di negeri kita ini. Luapan air yang direbus, ibaratnya.
Sebanyak 9,9 juta Gen – Z menganggur. Dapat reaksi luar biasa dari para ahli. Dengan beragam argumentasinya. Ada yang menganggap ada ” tidak sinkron ” antara skill yang dibutuhkan dengan skill yang dilahirkan oleh lembaga pendidikan.
Ada juga yang menganggap karena dampak dari ” Tsunami PHK ” di mana – mana, tentu sebagian sedang melanda Gen – Z juga. PHK karena kalah bersaing dengan robotik, digital dan mekanisasi lainnya. Selain karena lesunya permintaan global pada produk tertentu.
Di saat bersamaan daya beli sedang turun. Ada juga yang menganggap ” sudah bosan ” melamar kerja sudah berulang kali di banyak tempat juga ditolak terus. Karena jumlah permintaan tenaga kerja dengan produksinya pencari kerja, tidak imbang. Seleksi alam.
Seorang wartawan tanya ke saya sebagai praktisi bisnis di bidang agro, apa pandangan saya melihat fenomena 9,9 juta Gen – Z menganggur non sekolah, latihan dan kerja apa solusi konkret terukurnya. Sehingga bisa dirancang bangun membuat solusinya.
Sesungguhnya ini semua hanya ” buah ” dari benih apa yang kita tanam dan pelihara selama ini. Kita sebagai orang tua umumnya selalu membuat doktrin agar anak – anak sekolah agar dapat kerja. Agar mudah diterima atau diserap di pasar ketenaga kerjaan.
Bukan menganggap ” pendidikan dan latihan ” agar berkarakter baik, berkapasitas mumpuni dan mandiri jiwanya. Bahkan di sekolah dan kampus juga masih seperti itu. Anak muda dididik dan dilatih agar siap melamar kerja dan diterima.
Padahal idealnya pembangunan karakter (moralitas), kapasitas (akademik) dan kemandiriannya. Akhirnya produknya sama yaitu ” cari kerja “. Hingga lulusan perguruan tinggi makin mendominasi pengangguran hingga saat ini 13,3% (BPS) dan sebagian jadi TKI, ekspor buruh.
Implikasi lain. Kita impor pengusaha/investor/entrepreneur (PMA = Penanaman Modal Asing). Agar cipta lapangan kerja. Karena kita kurang pencipta lapangan kerja atau pengusaha. Karena pengusaha kita hanya 3,47% (Kemen. Kop UKM) idealnya minimal negara maju 8% dari penduduknya.
Tapi justru kebanyakan pencari kerja sampai menganggur. Termasuk Gen – Z sebanyak 9,9 juta (BPS). Ini konkret karena budaya kita mendidik agar dapat kerja, pendidikan juga agar diserap oleh industri. Selain karena iklim usaha kurang baik daya saingnya.
Terbayang oleh saya. Jika pola didik kita di rumah maupun di kampus ” tidak melakukan ” reorientasi agar pada jadi pengusaha/pebisnis/mandiri cipta lapangan kerja minimal buat dirinya. Maka tahun 2045, 20 tahun lagi saat Gen – Z jadi masalah. Bukan solutif.
Ingat, generasi paling sukses adalah generasi yang mampu regenerasi atau menyiapkan generasi berikutnya lebih baik lagi. Begitu juga sebaliknya, jika gagal regenerasi. Sesungguhnya apa yang akan terjadi esok adalah buah dari sikap hari ini.
” Tuhan tiada kan mengubah nasib suatu umat/kaum/bangsa, jika bangsa tersebut tidak berusaha mengubahnya sendiri “.
Salam Mandiri 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630