Sun. Oct 20th, 2024

Semalam saya terlibat diskusi kecil tapi intensif dengan Petinggi. Kesempatan ini saya manfaatkan sebaik mungkin agar benar – benar produktif. Karena ini momentum bisa menyuarakan isi hati tentang negeri ini. Berbagai problematika dan alternatif solusinya.

Ditanya kenapa mengklaim diri dengan panggilan Pak Tani, sebagai petani/peternak/praktisi agro inovatif. Tentu karena profesi ini di mata saya sangat terhormat dan membanggakan, hingga saya selalu memotivasi anak – anak saya agar mau meneruskan profesi saya ini.

Bahkan mendorong kawula muda terpelajar agar gemar bertani/beternak inovatif. Saya pelaku testimoninya bersyukur. Indikasinya, sekalipun dari nol. Hasilnya cukup untuk studi anak – anak dan berbuat sosial kemanusiaan. Misal cipta lapangan kerja, membantu beasiswa dan lainnya.

Apa saja yang menjadikan sumber kegelisahan saya selama ini menekuni profesi petani/peternak/agribisnis inovatif. Tentu sangat banyak problematika yang dihadapi Bangsa Indonesia. Namun demikian bukan bermaksud mereduksi kontribusi pihak lain selama ini, apalagi kontribusi pemerintah.

1). Rasio Gini Petani.

Rasio gini atau kesenjangan sosial ekonomi masyarakat pedesaan dan perkotaan sangat tinggi. Apalagi profesi petani. Konkretnya ada 16,8 juta keluarga hanya memiliki lahan 0,3 ha/KK (BPS). Inilah sesungguhnya penyebab utama kenapa begitu sulitnya mendongkrak pendapatan per kapita petani.

Kalau lahan hanya 0,3 ha/KK ditanam padi jagung kedelai, potensi omset hanya Rp 40 juta/tahun atau laba Rp 15 juta/tahun dan setara Rp 1,3 juta/bulan. Akan mustahil bisa ikut jadi bagian penikmat Indonesia maju tahun 2045 dengan target pendapatan per kapita minimal Rp 16 juta/bulan.

Maka solusinya harus punya sawah minimal 10 hektar/keluarga dengan mekanisasi, sekaligus benih hasil inovasi. Juga menghilirisasikan inovasi pasca panennya agar tidak hanya dapat gabah saja. Tapi harus dapat nilai tambah dari minyak bekatul, bekatul, kulit ari beras dan jerami.

Program kerja cetak sawah dilengkapi kilang padi, infrastruktur dan lainnya. Lalu dijual melalui KUR perbankan seperti plasma kebun sawit dan KPR perumahan subsidi. Diangsur dari hasilnya. Jika petani sawahnya luas maka sejahtera dan bangga mewariskan profesinya ke anak cucu.

2). Regenerasi Petani Inovatif.

Jika mau melihat masa depan Bangsa Indonesia, lihatlah ketahanan pangannya. Jika mau melihat masa depan pangan kita, lihatlah berapa banyak petani muda inovatifnya saat ini. Padahal petani muda kita hasil Sensus Pertanian 2023 hanya 12% dari total jumlah petani kita. Ini masalah serius.

Artinya kita sebagai orang tua yang akan mewariskan Bangsa Indonesia, hukumnya wajib bisa menyiapkan generasi penerusnya yang lebih baik. Apapun caranya. Tentu anak muda terpelajar yang harus adaptif dengan inovasi. Agar produk pangan yang dihasilkan bukan hanya banyak saja, tapi juga harus kompetitif.

Salah satu solusinya selain pendidikan juga harus hilirisasi inovasinya. Konkretnya diperkuat mental berani mengawali dan diperbanyak asupan kisah inspiratif. Sehingga mudah direplikasikan. Pendek kata, masyarakat kita suka latah maka sajikan kisah nyata yang produktif tinggi dan bermanfaat agar banyak yang latah.

Contoh, jika ada yang sukses harus disebarluaskan cara suksesnya agar banyak yang ikutan cara suksesnya. Dilombakan kreasi inovasi dan rekayasa anak muda di lapangan, yang sukses diberi hadiah menawan. Misal jika ada yang goal bisa panen padi 10 ton GKP/ha, dapat hadiah khusus.

3). Inovasi Buat Petani.

Selama ini banyak peneliti di kampus berani mengklaim bisa panen padi 12 ton GKP/ha dan jagung bisa 11 ton/ha. Ini harus dihilirisasi hingga massal di petani karena penelitian tersebut dari APBN dan berasal dari pajak sawah (PBB) nya petani. Agar tidak hanya stagnan 5,2 ton/ha, kalah dengan Vietnam yang 5,9 ton/ha.

Begitu juga banyaknya hasil penelitian pasca panen yang numpuk di lemari. Hendaknya dihilirisasikan secara maksimal. Misal, mesin pembuat minyak bekatul hendaknya diperbanyak karena nilai tambahnya besar, 100 kg bekatul bisa dapat 15 liter karena rendemennya 15%, laku Rp 1,5 juta karena harga Rp 100.000/liter. Ini sumber kesejahteraan petani.

Tentu masih sangat banyak masalah petani dan pasti ada solusinya asal politik berpihak. Sadar atau tidak, bahwa mengatasi masalah petani sama artinya mengatasi masalah utama bangsa ini. Persis penerapan Hukum Pareto 20/80, mengatasi 20% masalah utama bangsa ini yaitu petani akan setara telah mengatasi 80% dari total masalah bangsa ini.

Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *