Wed. Sep 18th, 2024

Soal pangan khususnya beras, jagung dan kedelai (pajale) di negeri ini, sungguh dilematis. Artinya akan dilematis jika lahan petani yang masih indeksnya 0,3 ha/KK sebanyak 14 juta KK (Sensus Pertanian). Jika tanpa menanam pajale maka makin tidak swasembada pangan utama.

Jika menamam pajale maka pendapatan petani masih seperti dilaporkan oleh Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yaitu hanya Rp 2,23 juta/bulan/KK dan inilah jadi sebab kenapa 49,8 % dari 40 jutaan petani masih miskin dan rentan miskin.

Memang kalau dihitung menanam pajale dalam setahun luas 0,3 ha akan dapat 2 ton GKG x Rp 7.000/kg = Rp 14 juta. Jagung 2 ton x Rp 6.000/kg = Rp 12 juta. Kedelai 0,6 ton x Rp 7. 000/kg = Rp 4,2 juta. Total omzet Rp 32,2 juta/tahun. Laba di 30% setara Rp 10 jutaan/tahun/KK. Di bawah Rp 1 juta/bulan/KK.

Sehingga ada korelasinya jika BPS melaporkan bahwa 51% kemiskinan ada di pedesaan dan 61% dari itu profesinya petani. Juga tidak perlu heran jika ada opini di mana ada daerah sentra padi, maka di sanalah beras bantuan (raskin) serapannya terbesar.

Juga tidak perlu heran jika Gen Z, kawula muda, makin enggan jadi petani pajale jika kepemilikan lahannya masih seperti itu. Karena dianggap masa depannya tidak jelas. Semua orang ingin hidup sejahtera, apalagi kawula muda. Karena setiap hari nampak di depan kelopak mata.

Pendek kata, siapapun Presiden kita di masa depan pasti akan menghadapi kesulitan jika mau paralel mengatasi kemiskinan dan rentan miskin petani sekaligus harus swasembada pajale. Itulah dilematisnya. Harus ada solusinya lahan petani agar luas dulu.

Ketahanan pangan di Asean. Indonesia masih peringkat ke 4, kalah dengan Vietnam, Malaysia dan Singapura sebagai peringkat ke 1. Padahal jumlah produksi beras Indonesia terbanyak ke 3 di dunia, setelah RRC dan India. Jagung, Indonesia juga peringkat ke 7 terbanyak di dunia.

Karena swasembada pangan dengan ketahanan pangan sangat beda. Kalau ketahanan pangan memenuhi unsur pangan tersedia cukup, bermutu, mudah diakses dan terjangkau harganya dibandingkan daya beli serta punya stabilitiasnya.

Lalu apa solusi konkret terukurnya agar kemiskinan dan rentan miskin petani tidak turun temurun ke anak cucu, sekaligus swasembada pangan sehingga ketahanan pangan peringkatnya meningkat ?

Pemerintah harus sadar betul dengan data fakta. Bahwa lahan 0,3 ha/KK jika ditanam pajale tidak bisa untuk hidup sehat sejahtera. Indeks kepemilikan lahan harus minimal 3 ha/KK jika mau menanam pajale. Caranya ekstensifikasi dengan sekaligus inovatif.

Dengan begitu maka laba didapat bukan lagi seperti 0,3 ha/KK yaitu Rp 11 juta/tahun. Melainkan bisa di atas Rp 100 juta/KK/tahun. Otomatis pula swasembada dan ketahanan pangan akan terwujud. Caranya libatkan pencetak sawah remediasi dari pihak swasta ala developer perumahan.
Bisa dikredit seperti KPR rumah atau leasing kendaraan.

Inilah yang harus diprogramkan oleh semua Capres dan Cawapres agar terukur prestasi kinerjanya dan bisa dievaluasi batas waktu terntentu oleh publik di negeri ini. Pangan, kekuatan sesungguhnya bagi sebuah bangsa (John F. Kennedy). Pangan, soal hidup matinya sebuah bangsa (Bung Karno, IPB, 1952).

Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *