Tue. Jun 24th, 2025

Tahun 2024, saat Pak Jokowi masih jadi presiden sempat mengatakan bahwa dana parkir di bank Rp 8.600 triliun. Dana tersebut milik pihak lain wujud tabungan, deposito dan lainnya. Artinya kurang produktif. Lalu banyak pengamat mengatakan bahwa itu pertanda kurang banyak investasi produktif, karena kekurangan jumlah pengusaha sebagai investor dan iklim investasi kurang berpihak.

Umumnya di negara maju, utamanya di Amerika Serikat dan Eropa sangat jarang masyarakat mau deposito apalagi menabung di bank dengan jumlah berlebihan banyaknya. Dianggap tidak produktif. Hampir selalu simpanan dananya wujud saham atau untuk investasi atau modal kerja usaha/bisnis. Agar tumbuh lebih banyak dan memberikan manfaat lebih luas lagi bagi orang lain.

Ilustrasinya sederhana saja. Jika dana parkir di bank Rp 8.600 triliun tersebut hanya wujud tabungan dan deposito paling hanya tumbuh rerata 2%/tahun saja. Tapi jika dijadikan sarana investasi produktif apalagi bisnisnya sendiri bisa tumbuh 20%/tahun. Bedanya 10 kali lipatnya. Artinya jika itu milik para pebisnis semua maka 5 tahun lagi akan jadi Rp 17.200 triliun, jika laba 20% saja tiap tahunnya.

Bisa dikalkulasikan berapa juta umat manusia Indonesia yang dapat pekerjaan lepas dari status pengangguran jika ada investasi produktif Rp 8.600 triliun. Pajak yang disetor oleh pebisnis ke negara wujud APBN bisa triliunan juga tiap tahunnya. Belum lagi jika untuk investasi komoditas yang biasanya impor, pastilah tanpa perlu impor menguras devisa jadi kapital terbang.

Bahkan bagi pengusaha yang dinamis tumbuh sehat usahanya. Saat investasi biasanya utang bank untuk investasi dan modal kerjanya. Baik cara bank umum maupun bank syariah. Umumnya kena beban bunga rerata 12%/tahun. Jika memakai dana fasilitas utang bank Rp 100 miliar laba usahanya kotor 20%/tahun, masih dapat laba bersih sisa Rp 18 miliar/tahun atau 18%, setelah dipotong bank 12%/tahun.

Artinya para profesional pekerja keras sebagai penabung, sesungguhnya yang menghidupi bank untuk operasional membesarkan bank termasuk gajian petugas bank. Sebaliknya para pengusaha yang memakai fasilitas utang bank tersebut yang menikmati hasilnya. Sekarang bank lebih suka jadi lalu lintas transaksi, agar punya likuiditas. Bukan deposito, itu beban bagi bank.

Hasil penelitian dan kajian profesi terkaya di dunia ini 74% adalah pengusaha (entrepreneur). Konkretnya 100 orang terkaya di Indonesia 100% adalah berprofesi sebagai entrepreneur/pebisnis. Mereka bisa merekrut ribuan pengangguran jadi karyawannya lalu punya pendapatan dan naik daya belinya. Mereka punya supplier dan distributor usahanya juga jumlah ribuan keluarga.

Mereka para pengusaha pemakai dana bank yang dititipkan oleh masyarakat penabung yang bisa membayar pajak miliaran rupiah untuk APBN kita, cetak devisa sebagai bekal membangun bangsa. Mereka bisa jadi donatur kegiatan sosial kemanusiaan. Contoh konkret banyak pengusaha sebagai donatur pembangunan tempat suci, sekolah gratis, pengobatan massal dan lainnya.

Konkretnya ;

Mas Paidi Porang.

Tahun 2020 saya kenal Mas Paidi karena sesama penerima penghargaan Ikon Prestasi Pancasila dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Saya pernah ke rumahnya di Madiun dan Mas Paidi juga pernah ke rumah saya Cibubur, beli Hormax, Organox dan Bio Extrim. Pupuk formula saya sendiri. Tahun 2021 saya ke Madiun tepatnya di pedesaan tidak jauh dari hutan jati milik PT Perhutani.

Saya kagum dengan gigihnya mantan pemulung jadi industriawan agro (porang) inovatif, beras porang. Saat ini valuasi bisnisnya ratusan miliar. Sekitar 400 orang karyawannya, sebagian sarjana, saat itu. Ribuan keluarga petani plasmanya. Sayangnya, dulu ada kesan minder karena hanya lulusan STM dan berulang kali dikeluhkan. Lalu saya nasihati, Urip iku sing penting nyatane urup. Migunani/bermanfaat.

Minggu lalu, saya pesan beras porang buatannya. Enak sekali. Sehat. Sempat komunikasi per telpon, katanya sekarang banyak sekali permintaan ekspor ke RRC dan Amerika Serikat. Kekurangan bahan baku porang yang saat ini hargapun juga mahal Rp 11.000/kg kondisi basah habis panen. Tersenyum saja saya dengar mengisahkan jatuh bangun membangun usahanya, saat jatuh banyak yang memandang dengan sebelah mata.

Tapi di saat sukses banyak orang memandang dengan membelalakkan mata. Wajar karena tidak mudah membangun usaha dari nol hingga dipercaya banyak pihak skala ratusan miliar. Intinya karena Mas Paidi jadi pelaku bisnis inovatif ruas hilir porang. Konkret jadi lokomotif perekonomian bangsa kita. Jika ada 10.000 lagi Mas Paidi beragam komoditas, mungkin tidak ada jutaan orang jadi pengangguran dan tiada dana parkir di bank ribuan triliun.

Bagaimana caranya ?

Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Praktisi Bisnis
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *