Percepatan majunya perekonomian sebuah bangsa sangat dipengaruhi banyaknya pelaku usaha (praktisi) nya. Makin banyak persentasenya, makin cepat maju. Linier. Itulah sebab semua negara berjuang agar pelaku usahanya makin banyak.
1. Pengangguran banyak.
Peran pelaku usaha, karena terlalu sibuk banyak pekerjaannya. Maka merekrut orang lain yang menganggur, dikaryakan. Makin banyak, maka makin mengurangi pengangguran. Begitu juga sebaliknya.
2. Pendapatan per kapita rendah.
Jika menganggur tiada lapangan kerja tercipta, maka biaya hidupnya jadi beban orang lain. Pendapatan per kapita jadi rendah. Ilustrasinya, jika 1 KK hanya 1 orang yang dapat gaji padahal menghidupi 5 orang anggotanya.
3. Kemiskinan dan stunting tinggi.
Karena tiada lapangan kerja, lalu menganggur tanpa pendapatan berlarut padahal biaya hidup terus berjalan. Maka terakumulasi jadi miskin massal. Sebagian jadi stunting (kerdil kurang gizi). Tidak bisa hidup sehat, karena tiada pendapatan.
4. APBN dari pajak rendah.
Karena praktisinya sedikit maka frekuensi transaksinya yang menimbulkan pajak jadi rendah. Otomatis pajak yang diterima oleh negara sedikit. Padahal sangat penting untuk APBN. Misal pajak PBB, PPh, PPN, BPKB, dan lainnya. Timbul pajak karena transaksi.
5. Potensi pasar dikuasai produk negara lain.
Jika praktisinya kurang jumlahnya maka volumenya kurang. Dampaknya tidak mencukupi kebutuhan pasar. Solusinya impor agar harga pangan tidak mahal membebani rakyat, inflasi naik. Misal kedelai, gula, sapi, bawang putih dan lainnya.
6. Penanaman modal asing (PMA) tinggi.
Pelaku usaha sebagai investor, jika kurang banyak. Demi memberdayakan kekayaan alam dan terciptanya lapangan kerja maupun pajak untuk membangun negara lewat APBN. Maka mengundang investor asing (PMA). Terjadilah kapital terbang.
7. Serapan hasil riset (inovasi) rendah.
Praktisi sebagai pemilik peran mempraktikan dan mengembangkan hasil riset agar bermanfaat nyata bagi masyarakat sebagai donatur riset lewat pajak (APBN). Jika kurang jumlah praktisinya maka hasil riset banyak tersimpan di lemari masih wujud invensi. Bukan inovasi.
8. Banyak lahan terlantar.
Karena minimnya praktisi maka banyak dana perbankan tidak terserap jadi modal investasi. Untuk memberdayakan lahan. Yang banyak justru kredit konsumtif. Lalu lahan terlantar tidak terberdayakan karena kurang dana untuk investasi dan modal kerja menggerakkan usaha.
9. Ketahanan nasional labil.
Karena kurangnya praktisi lalu banyak pengangguran, kemiskinan dan pendapatan per kapita rendah. Biasanya sibuk saling menyalahkan antar sesama anak bangsa. Kontra produktif. Mudah tersinggung dan ribut karena masalah perut.
Ilustrasinya jika dibalik, ada 1.000 pelaku usaha yang mengkaryakan 100 KK/pengusaha dan menggerakkan dana Rp 100 miliar/orang dana dari bank, dengan pajak Rp 10 miliar/tahun/orang. Ditambah lagi selama ini memberdayakan lahan agar produktif 100 ha/orang atau 100.000 ha totalnya.
Jika mereka tutup seketika. Maka jadilah tercipta pengangguran massal, jadi miskin massal, padahal di bank dana deposan harus produktif guna membayar bunganya, pajak untuk APBN macet lalu produk tiada lagi dampaknya impor makin banyak guna menutupinya.
Solusinya agar jumlah praktisi banyak ;
1. Bangunlah mental bernyali SDM nya agar berani mengawali usaha. Dengan kurikulum terus membangun karakter dan kapasitasnya. Maka akan makin terpercaya, syarat mutlak pelaku usaha. Mental inovatif. Harus dipraktikkan, tak cukup dihafal (pikirkan) dan dibahas (bicarakan).
2. Bangun iklim usahanya agar jadi daya tarik memulai usaha lalu terlahirlah pelaku usaha. Dilindungi usahanya agar tumbuh kembang. Didukung bunga bank rendah, inovasi, infrastruktur, tata niaga berpihak agar harga pokok produksi (HPP) rendah. Lalu menang dalam persaingan.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630