Tahun 2024 total kuota impor daging sapi, daging kerbau dan sapi hidup setara 462.000 ton. Setara dengan 2,5 juta ekor sapi jantan. Makin meroket. Jika Rp 20 juta/ekor setara Rp 50 triliun devisa terkuras demi kesejahteraan peternak di luar negeri dan para importir.
Ironisnya, masih punya harapan swasembada sapi. Persis mimpi di siang bolong saja. Karena yang diimpor tiada yang betina untuk dibiakkan. Berpesta pora laba besar rutin jangka panjang di atas beban rakyat konsumen daging sapi.
Apalagi tahu persis data BPS Sensus Pertanian 2023 populasi sapi kerbau di Indonesia hanya 11,79 juta ekor. Turun drastis dibanding Sensus Pertanian 2013 populasinya 14,23 juta ekor. Bukannya makin banyak, justru susut. Depopulasi.
Lucu sekali. Persis Dagelan Ludruk. Dapat anggaran ratusan triliun dana APBN pajak rakyat selama 10 tahun untuk membangun peternakan sapi. Hasilnya justru impor makin banyak dan populasi sapi susut 1 juta ekor lebih. Oalah.
Solusi logisnya ?
Mudah sekali. Sekali lagi, sangat mudah. Asal mau saja. Pengalaman saya breeding sapi 75% dari total indukan beranak tiap tahun. Jika 100 ekor anaknya 75 ekor/tahun dan 50% betina siap jadi indukan tambahan lagi. Yang jantan umur 3 tahun siap potong.
Karena di Kalimantan banyak limbah sawit bungkil dan solid, kesukaan sapi dan mutu sesuai SNI. Jadinya biaya rendah sekali. Dinolkan lagi jika feses urine dijadikan pupuk pengganti NPK kimia parsial. Harga pokok produksi (HPP) sangat rendah.
Padahal kalau mau saja serius, buat kebijakan bahwa importir wajib impor juga sapi betina bakalan dipasarkan ke peternak. PT Berdikari (BUMN) ditugaskan khusus impor sapi betina dengan target jumlah lalu dipasarkan di Kalimantan. Pasti berbiak dan dapat laba.
Lebih lucu lagi. Katanya ingin swasembada sapi. Bahkan ada target tahun swasembada. Hemm. Tapi yang didukung bank tanpa batas hanya importir. Bukan peternak breeding. Mau tertawa takut ada yang tersinggung. Tidak tertawa kok teramat lucu.
Sangat tidak masuk akal saya, banyak Fakultas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan di Indonesia. Semua mengajarkan bahwa ” breeding is leading “, tetapi tanpa dipraktikkan. Justru tidak breeding. Impor daging digenjot melulu. Piye jal gini ini ?
Lalu apa artinya ini semua. Kita membangun Indonesia ini serius atau main – main agar lucu saja. Padahal semua tahu, apalagi para pemimpin dan pemikir (ilmuwan) bahwa tingginya prevalensi stunting 21,6% (BPS). Akibat kurang asupan protein hewani. Sumber salah satunya sapi.
Semua juga tahu bahwa stunting tinggi adalah ancaman sebuah bangsa paling serius. Tidak kompetitif di masa mendatang. Juga semua tahu jika menguras devisa impor sapi Rp 50 triliun/tahun setara bisa menghidupi 1 juta peternak jika indeks omzet Rp 50 juta/KK/tahun.
Sudahlah. Lelah saya. Yang penting saya sudah membuatkan contoh nyata di Pangkalan Bun Kalteng. Tinggal latah saja, direplikasikan di banyak lokasi. Asal mau. BJA Farm. Pusat Hilirisasi Inovasi, Ekonomi Sirkular Nol Limbah ,Terintegrasi.
Saya bukan cuma omon – omon doang. Konkret berbuat nyata di lapangan.
Salam Bangkit 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630