Tue. Sep 17th, 2024

Berikut ini tulisan untuk pemuda yang lagi mencalonkan diri jadi pemimpin, karena memang tahun politik. Harapannya bisa diambil ilmu hikmahnya, pembelajaran untuk jadi kebijakan solutif membumi di negerinya. Agar kebijakannya tidak hanya melangit dan teoritis saja.

Apalagi pakai rapat 18 kali di hotel mewah dan rencananya hingga berulang tahun berkali – kali, karena ditunda – tunda terus. Bahkan pakai studi banding kesana kemari, hingga melelahkan. Ujungnya hanya berwacana ria lomba seakan agar dianggap paling pintar belaka. Itu sangat menjemukan. Yang konkret praktis saja.

Ilustrasi..

Seorang kepala daerah melihat portofolio resikonya, daerah/wilayah dalam angka. Terlihat prevalensi stunting, kemiskinan, pengangguran, pertumbuhan ekonomi, rasio gini, inflasi, harga pangan, indeks pembangunan manusia, pendapatan asli daerah (PAD), indeks kemudahan usaha, jumlah pengusaha dan data lainnya.

Selain itu juga melihat portofolio potensinya, data ditampilkan berapa banyak penduduk usia produktif utamanya kawula muda, berapa banyak perusahaan raksasa yang punya potensi CSR nya bisa disinergikan, bagaimana kekuatan pasar, kepuasan pelayanan dan agroklimatnya maupun data lainnya yang ada kaitannya.

Karena sudah ada kesimpulan. Angka prevalensi stunting masih di atas 5% akibat dari angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi. Ini dampak langsung dari minimnya investor pengusaha pencipta lapangan kerja. Sekalipun pasar dan agroklimat berpotensi swasembada pangan dengan harga kompetitif.

Para pemimpin perusahaan besar diundang dan dilibatkan ikut mengatasi masalah di sekitar lokasi usahanya. Misal pemilik kebun 500 ha diminta kerja samanya pengadaan sapi betina bakalan 1 ekor dan pemilik IUP tambang maupun usaha lainnya. Pendek kata terkumpul Rp 800 miliar, setara dengan sapi Bali betina Rp 80.000 ekor.

Spontan kepala daerah koordinasi dengan sesama kepala daerah lainya di NTT, NTB dan Bali. Bahwa dibutuhkan sapi betina bakalan 80.000 ekor sapi Bali betina dara. Karena di Prov. NTB populasi sapi 1,6 juta ekor/tahun maka kelahiran pedet 1,2 juta ekor/tahun atau yang betina saja 600.000 ekor/tahun maka disanggupi. Peternak di sentra sapi senang karena anakan sapi betina dapat pasar bisa membantu pendapatan keluarga dan semangat beternak sapi.

Agar praktis, dilelang pengadakan sapi dari sentra sapi di luar Kalimantan. Pelaksana lelang dapat laba bersih Rp 1,5 juta/ekor. Daerah tujuan punya sapi indukan tambahan 80.000 ekor. Tahun berikutnya tambah lagi dari anak pedet minimal 70.000 ekor/tahun. Tanpa pakai lama daerah tersebut swasembada sapi dan para peternak sejahtera.

Prevalensi stunting berkurang tajam karena sumber protein banyak dan harga wajar. Perusahaan besar senang juga karena CSR nya dilaksanakan dengan terang benderang buat masyarakat sekitar. Aman nyaman berbisnis dijaga masyarakat sekitar karena sama sejahteranya. Ketergantungan impor sapi, daging sapi dan kerbau nasional berkurang tajam.

Devisa dihemat karena pemberdayaan masyarakat bermanfaat nyata karena kebijakan pro rakyat yang tanpa banyak wacana teoritis tapi praktis. Itulah contoh sederhana yang sangat mudah dilakukan untuk membangun Indonesia. Pemerataan populasi sapi yang menguntungkan banyak pihak jangka panjang karena implikasinya pada mutu manusia Indonesia usia muda.

Salam Bangkit 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *