Thu. Apr 24th, 2025

Di kampung kelahiranku, di Banyuwangi selatan. Di sana sentra hortikultura jeruk, buah naga, melon, semangka dan cabe hingga produknya tersebar di banyak wilayah di Indonesia ini. Ada juga peternakan unggas, kambing, domba dan sapi. Kampung kecil, subur dulu transmigrasi lokal dari Wates 1921.

Satu hamparan bekas sawah tadah hujan di pinggiran hutan jati milik PT Perhutani. Bahkan nyaris dikelilingi berbatasan dengan hutan jati tersebut. Satu dengan lainnya terkait terikat, misal pupuk kandang laris manis manis laku keras dibeli tetangganya yang petani.

Tentu banyak juga distributor dan toko sarana pertanian. Semua di atas pelaku usaha hulu hingga hilir, saya amati 90% mereka anak muda yang alumni atau mantan TKI dari Jepang, Taiwan dan Korsel. Tiap kali saya pulang kampung, selalu saya sempatkan diskusi dengan mereka.

Motivasinya sangat tinggi untuk mandiri. Saya sangat salut. Apalagi yang jadi supplier ke Pasar Induk di Surabaya dan Jakarta. Termasuk ke pabrik buah. Misal jeruk diekstrak lalu dikemas apik. Buah naga dijadikan powder diekspor ke Eropa siap seduh. Nilai tambahnya tinggi.

Yang paling mengherankan saya adalah kenapa mereka dominan alumni TKI dari Jepang, Taiwan dan Korsel. Minim narasi, banyak aksi lapangan. Apa yang melatar belakangi ini semua bisa terjadi. Bagaimana sesungguhnya proses yang terjadi pada dirinya saat mereka jadi TKI di 3 negara tersebut.

Yang makin saya herankan, hingga saat ini berjubel yang ingin jadi TKI. Bukan semata – mata mencari pekerjaan. Tapi jauh lebih dari itu motivasi. Karena banyaknya testimoni bahwa yang pulang dari Jepang, Taiwan dan Korsel umumnya mereka mandiri punya usaha sendiri.

Memberdayakan masyarakat sekitar jadi karyawan maupun plasma, memberdayakan potensi alamnya. Mengisi besarnya permintaan pasar dalam negeri. Bahkan mental melawan impor kuat, termasuk cetak devisa ekspor powder buah naga. Sekalipun jadi TKI ke sana biayanya besar.

Fakta yang saya kisahkan di atas, nyata bisa jadi pembelajaran kita. Pengalaman adalah guru terbaik sekaligus pendidik sejati. Tiap kali saya diskusi dengan kawula muda mantan TKI Jepang, Korsel dan Taiwan tersebut. Selalu bertanya di dalam hati. Kenapa untuk jadi seperti itu harus melalui proses jadi TKI di sana.

Apakah kita benar – benar tidak mampu menjadikan mereka tanpa jadi TKI terlebih dulu. Apakah kita tiada kerinduan banyak kawula muda yang bisa mandiri seperti mereka. Agar pada cipta lapangan kerja agar tiada pengangguran, agar bayar pajak jumlah besar dan rutin. Saling terkait dan terikat berkontribusi untuk negeri, karena bersinergis.

Agar jadi lokomotif perekonomian masyarakat terkolektif jadi ekonomi bangsa tumbuh pemerataan, tidak melulu tergantung dari lowongan kerja yang dibuka oleh para konglomerat. Agar juga ada kemandirian bangsa ini karena partisipasi jamak dari anak bangsanya sendiri.

Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *