Sun. Feb 2nd, 2025

Wayan Supadno

Data BPS 2014 jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi 495.143 orang, tahun 2020 sebanyak 842.378 dan Menteri Tenaga Kerja mengatakan ada 12% dari total pengangguran di Indonesia lulusan perguruan tinggi. Persentasenya makin naik terus. Belum lagi makin banyak TKI kita hingga alumni S2 pun. Kita harus mawas diri dan berbenah.

Ini semua akibat langsung betapa sangat sulitnya mencari lowongan kerja. Dampak langsung dari kurangnya jumlah wirausahawan sebagai pencipta lapangan kerja karena perannya investasi. Kurangnya jumlah pengusaha yang hanya 3,47%. Minimnya jumlah pengusaha kita, karena ” belenggu diri bisnis ” pada masyarakat yang ingin jadi pebisnis.

Belenggu diri bisnis, ini maksudnya belenggu yang sengaja dibuat oleh perasaan diri sendiri dan untuk dirinya sendiri juga. Lalu tidak mulai bisnis yang pada akhirnya hanya jadi mimpi belaka tanpa jadi kenyataan, karena tanpa dimulai. Juga berarti hambatan yang diciptakan sendiri yang menghalangi kemajuan usahanya, jika sudah punya usaha. Akhirnya tanpa scale up.

Ini bisa berbentuk:

1). Mental Block.

Artinya mentalnya sengaja dibelenggu (diblok) agar ada alasan tidak mengawali bisnis. Konkretnya ” perasaan ” takut gagal, kurang percaya diri, takut mengambil risiko, tidak punya ilmu, tidak punya modal, sudah tua dan lainnya. Padahal orang lain sama tidak jauh beda dengan dirinya. Caranya dibuang jauh – jauh perasaan itu. Orang lain jadi cermin, buktinya bisa padahal sama latar belakangnya.

2). Zona Nyaman.

Enggan berubah atau mencoba hal baru mulai strategi, taktis maupun teknisnya agar bisa dimulai bisnisnya. Misal saja meniru cara orang lain yang dimodifikasi agar sesuai dengan dirinya. Ini bisa didapat dengan banyak membaca biografi pebisnis sukses. Sehingga punya ilmu cara mengatasi masalahnya, ikut pola orang lain. Improvisasi diri atau amati tiru modifikasi (ATM) kisah orang lain.

3). Gagal Manajemen Waktu .

Tidak mampu mengatur prioritas dengan baik. Sehingga terlalu sibuk berlebihan tapi produktivitasnya justru rendah. Bahkan kadang hanya sibuk berwacana ria tiada makna, kadang hanya keluh kesah dan menyalahkan keadaan. Hanya cipta limbah waktu dari waktu ke waktu. Ini manusia tidak bermutu. Tanpa perubahan nyata. Mental dan pola pikir diubah, itu solusinya.

4). Perfeksionisme Berlebihan.

Menunda-nunda keputusan karena ingin segalanya sempurna. Padahal tiada pekerjaan yang sempurna. Ibaratnya gading yang laku mahal sekalipun karena ketidak sempurnaannya. Kesempurnaan akan didapat dengan proses perbaikan tiap rantai kesalahan yang dilakukan. Tanpa melakukan, maka tanpa kesalahan.

5). Kurang Delegasi.

Semua dikerjakan sendiri sehingga bisnis sulit berkembang. Ketakutan berlebihan kepada orang lain termasuk takut ditipu oleh orang – orang kepercayaan di sekitarnya. Takut gagal jika dikerjakan oleh orang lain, termasuk tim kerjanya. Solusinya harus membina tim kerja lalu legowo ikhlas dipercayakan kepada tim kerjanya. Tanpa ini maka kurang optimal dan sulit berkelanjutan regenerasinya.

6). Takut Berinvestasi.

Enggan mengeluarkan modal untuk pengembangan bisnis. Padahal ini calon keran – keran yang akan mengalirkan rejeki lebih banyak lagi. Yang pada akhirnya melibatkan orang lain makin banyak (cipta lapangan kerja), inilah kemanfaatannya. Solusinya selalu berperilaku sebagai intelijen bisnis dan membuat kajian dengan daya nalar analisisnya.

7). Tidak Adaptif.

Tidak mau belajar hal baru atau mengikuti perkembangan tren pasar. Yang pada akhirnya harga pokok produksi (HPP) tetap tinggi lalu tidak bisa kompetitif di pasar. Ini ancaman serius bagi pebisnis jika tanpa mau dinamis lebih produktif lagi. Solusinya, riset tiada henti dan adaptasi dengan inovasi kekinian. Pada akhirnya bisa memenuhi maunya pasar atau pelanggan atau jaman.

Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *