Presiden Jokowi menyampaikan di hadapan KADIN bahwa jumlah impor gandum Indonesia sudah di atas 11 juta ton. Padahal tahun 2012 jumlah impor gandum Indonesia hanya 4,6 juta ton. Sungguh penambahan yang sangat fantastis.
Artinya Indonesia makin tinggi ketergantungan pangan dari negara lain. Pangsa pasar beras sebagian telah direbut oleh gandum. Indikasinya jumlah penduduk naik, jumlah produksi beras relatif tetap, tapi bisa swasembada beras konsumsi.
Walaupun sebagian hasil olahan dari gandum kembali diekspor ke banyak negara. Termasuk ke negara asal gandum yaitu Australia. Maksudnya, sebagian besar gandum diimpor dari Australia tapi mie instan juga kembali diekspor ke Australia.
Kepala BPS pada acara Rakornas semua Bupati hingga Presiden di Sentul beberapa hari lalu, melaporkan bahwa beras salah satu penyebab inflasi naik tajam. Selain bensin, rokok kretek filter, bahan bakar rumah tangga dan angkutan pesawat terbang. Beras secara umum naik Rp 2.000/kg.
Padahal selama ini penyebab utama naiknya upah 8%/tahun disebabkan oleh kenaikan harga pangan. Pada tahun – tahun sebelumnya. Bisa jadi tahun 2023 upah naik jauh di atas 8%. Ini berdampak serius pada harga pokok produksi (HPP) semua produk Indonesia.
Dampaknya makin tidak kompetitif di pasar global. Lalu industri padat karya akan mengevaluasi usahanya. Jika dirasa tidak fisibel maka usaha ditutup pindah ke daerah atau negara lain yang upahnya lebih murah. Agar produknya bisa bersaing.
Beras mahal, naik dari HET Rp 9.450/kg jadi Rp 11.500/kg. Multi sebab, termasuk karena harga pokok produksi naik kontributor dari naiknya harga pupuk kimia NPK yang memang bahan baku P dan K 99% impor. Juga bisa jadi karena memang menipisnya stok beras nasional seperti yang disampaikan oleh Pimpinan Bulog.
Sesungguhnya produksi beras Indonesia 32,07 juta ton/tahun (BPS), sudah terbesar ketiga di dunia setelah RRC dan India. Produktivitas beras Indonesia juga sudah tinggi 5,4 ton GKP/ha, tertinggi kedua setelah Vietnam yang tembus 5,9 ton GKP/ha. Ini prestasi petani, tidak boleh dipungkiri.
Tapi masih kurang, buktinya masih impor beras dan impor gandum makin melambung tinggi hingga di atas 11 juta ton/tahun. Sebabnya banyak sawah yang hanya bisa menanam sekali per tahunnya. Data BPS 2022, luas sawah 7,46 juta ha, luas tanam 10,61 juta ha.
Jika bisa menanam padi 2 kali/tahun (IP 200) mestinya luas tanam 2 x 7,46 juta ha = 14,92 juta ha/tahun. Maka bisa 14,92 juta ha x 5,4 ton GKP/ha = 80,5 juta ton GKP/tahun setara minimal 44 juta ton beras/tahun. Swasembada yang sesungguhnya. Ini idealnya.
Lalu apa solusinya ?
Kaji ulang total, diaudit dimana saja dan berapa luas sawah yang hanya menanam padi sekali per tahun. Cipta kondisi agar bisa menanam padi 2 kali per tahun. Misal dengan cara pembangunan waduk lebih banyak dan cepat lagi. Karena itu sumber air irigasi tanpa kenal musim. Bahkan bisa mengubah dari sekali setahun bisa 3 kali setahun, tanam padinya.
Revitalisasi jaringan air ke sawah – sawah. Revitalisasi jalan – jalan penunjang produksi padi di sentra padi maupun pengembangan padi ( food estate ). Itulah strategi RRC yang dilakukan puluhan tahun silam, sehingga penduduk 1,4 miliar pun terkendali pangannya. Intinya iklim usaha sentra padi diperhatikan serius.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630