Mon. Jun 23rd, 2025

” Tetanggaku, kalau cuma impor pangan sangat banyak yang bisa. Mungkin 1 bus 1 malam ada kali, jika dikumpulkan. Tapi kalau yang mau dan mumpuni jadi petani dan peternak, produsen pangan inovatif jumlahnya sangat langka sekali. “

Menyimak beberapa berita tentang impor pangan, khususnya daging kerbau. Saya sungguh geli saja. Tentu ada sebabnya saya geli, karena bisnis itulah yang paling mudah dipasarkan dan menguntungkan sekali. Dibanding bisnis lainnya.

Konkretnya kuota impor daging kerbau saja 200.000 ton pada bulan ini. Merem saja laba Rp 20.000/kg totalnya 200.000 ton x Rp 20.000/kg = Rp 4 triliun labanya. Sangat bankable, artinya pihak bank antri yang mau mendanai asal karakternya terpercaya.

Itu pun sebagian orang menganggap sangat berjasa. Alasannya bisa menekan biaya hidup dari pangan guna menekan inflasi. Alasan itu dan itu terus. Klasik sejak dulu kala, bahkan volume dan nilai nominal impor Indonesia makin besar saja.

Maklum pola pikir saya cuma kelas petani peternak. Yang saya tahu bahwa yang benar adalah bagaimana caranya agar berdikari berdaulat pangannya. Melalui pembangunan manusia inovatif berjiwa pengusaha, menyerap hasil inovasi, memberdayakan potensi lahan yang ada.

Selain membangun manusia hebat mandiri. Juga mestinya pemerintah membangun iklim usahanya. Agar menarik, faktor – faktor yang mempengaruhi partisipasi warganya agar investasi produktif atau ekspansi inovatif. Agar harga pokok produksi (HPP) rendah lalu kompetitif.

Belum lagi impor daging sapi juga 200.000 ton. Kedelai 3,2 juta ton/tahun jika laba hanya Rp 1.000/kg saja. Jelas Rp 3,2 triliun dari kedelai saja. Masih banyak lagi gula 4,2 juta ton, bawang putih 600.000 ton, gandum 11 juta ton, biji kakao dan banyak lagi. Meriah pokoknya.

Setahun impor pangan Indonesia minimal Rp 300 triliun. Kalau kita peduli, jika dikaji anggap 1 KK petani peternak kita buat hidup sehat Rp 75 juta/KK/tahun. Impor Rp 300 triliun setara hilangnya kesempatan kerja Rp 300 triliun : Rp 75 juta/KK = 4 juta KK hilang kesempatan kerja.

Pendek kata, kita telah menghidupi petani peternak luar negeri 4 juta KK. Saat bersamaan di Indonesia banyak pengangguran dan kemiskinan butuh lapangan kerja. Banyak lahan butuh manusia kreatif mandiri dan 274 juta jiwa penduduk adalah potensi pasar pangan sangat besar jangka panjang.

Jika fenomena makin banyak impor pangan ini dibiarkan terus sesungguhnya kita telah menggantungkan diri pada pihak lain. Apa pun alasannya jika tergantung, bukan berdaulat, pertanda sangat tidak baik. Makin tidak baik jika impor pangan sudah dianggap bukan tabu lagi.

Apalagi komoditas yang dulu ekspor saat ini impornya makin besar. Misal sapi, gula, kakao dan lainnya. Zaman Belanda kita juara dunia, justru setelah merdeka kok pangan belum merdeka. Bahkan pangsa pangan makin dijajah produk petani peternak luar negeri. Iki gek piye toh? Hehe. Sabar, biar subur.

Yang paling menggelikan. Justru para pemimpin yang berebut kuota impor pangan. Seolah tiada sungkannya dengan ” Rakyat Indonesia “, utamanya ke petani atau peternak yang mestinya dibina agar makin kompetitif volume produksinya makin banyak. Bukan diadu bola pada lahan miring.

Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *