Mon. Jun 23rd, 2025

Kali ini untuk memantik geliat bangkit, saya mengajak belajar dari perjalanan singkat Vietnam yang lagi menggeliat jadi perhatian dunia. Karena di berbagai bidang maju pesat mempesona utamanya nuansa inovasinya. Ibaratnya, lagi proses nyalip di tikungan tajam sambil melambaikan tangan.

Vietnam belum lama merdeka Bahkan tahun 1996, Indonesia mengembalikan warga pengungsi Vietnam ke negaranya. Di Pulau Galang, Prov. Kepri tempat penampungan terbentuk ” Kampung Vietnam “. Lalu dijadikan destinasi wisata. Saya pernah ke lokasi tersebut, sekitar tahun 2.000 an. Khas Vietnam.

Nampak jelas, bekas kegiatan mengelola pangan untuk bertahan hidup. Cara mereka mengelola sumber daya alam di Pulau Galang dekat Batam yang subur tersebut. Saya dapat ilmu lapangan sangat banyak tentang pentingnya ketahanan pangan. Pentingnya improvisasi diri kreatif dan inovatif.

Pada 2 tahun terakhir saat kita impor beras dari Vietnam beritanya jadi mencuat karena mereka yang dulu mahasiswa kita, sekarang kita harus mau legowo ikhlas tahu diri harus mau belajar kepada Vietnam. Dulu belajar padi di IPB, belajar lada, karet dan kopi juga sama di Indonesia.

Praktiknya kopi di PTPN dan Lampung Barat. Lada di Lampung dan Bangka Belitung. Tapi karena Vietnam mau mempraktikkan iptek kita. Hasilnya kopi dan lada 5 kali Indonesia dalam produktivitas per hektarnya. Konkretnya, lada dan kopi Indonesia hanya 700 kg/ha/tahun. Di Vietnam bisa 3,5 ton/ha/tahun.

Begitu juga padi, Vietnam bisa rerata 5,9 ton/ha/musim. Tapi kita di Indonesia masih mampu 5,2 ton/ha/musim. Ini data fakta pil pahit bagi kita. Harga pokok produksi (HPP) di Vietnam bisa rendah lalu bisa ekspor harga murah. Termasuk berdampak biaya hidup di Vietnam bisa murah. Jadi daya tarik banyak investor ke Vietnam.

Sebab utama Vietnam bisa menjual harga beras murah tapi laba sehat. Karena HPP rendah. Ini karena manusianya kreatif inovatif. Benihnya unggul inovasi hasil penelitiannya, ongkos kirim murah karena banyak memakai transportasi air sungai. Pada pasca panen diambil minyak bekatul dan kulit ari bahan baku industri makanan bayi.

Pada bidang peternakan sapi. Vietnam juga mau impor sapi besar – besaran dari Australia. Utamanya sapi indukan bunting produktif sekali, bisa mendongkrak populasi sapinya. Selain sapi bunting juga impor yang siap digemukkan lalu pasca panen diekspor daging olahannya ke pasar RRC. Dapat nilai tambah besar.

Setelah skill, pada sedang investasi di Indonesia. Tepatnya di Sulawesi. Targetnya jutaan ekor. Karena mereka tahu persis bahwa pasar susu dan daging sapi di Indonesia terlalu besar. Ini luar biasa semangatnya karena oleh pemerintah didukung lahan puluhan ribu hektar. Karena mereka terbiasa mau adaptif dengan inovasi.

Yang paling lucu, minggu lalu berita topik viral ” Vietnam, Jadi Raja Durian Asia “. Wajar saja, selama ini tanpa diperhitungkan karena hanya Thailand dan Malaysia saja. Durian Vietnam menggegerkan dunia karena dapat devisa Rp 53 triliun/tahun. Setara bisa menghidupi 53.000 keluarga petani sejahtera, jika butuh Rp 100 juta/keluarga/tahun.

Ilmu hikmahnya, kenapa Vietnam begitu melesatnya ? Karena cara mendidik anak muda harus menguasai iptek dan kontan dipraktikkan. Bukan hanya dihafal saja jadi bahan wacana ria. Implikasinya jumlah Pengusaha di Vietnam sudah 12% dari populasi penduduknya dan di Indonesia masih 3,47%. Selain itu Vietnam hingga dinobatkan sebagai Pusat Inovasi di Asia.

Artinya, jika Indonesia mau cepat maju dan malu disalip oleh para mantan mahasiswanya. Harus ada transformasi pemuda jadi praktisi inovatif sebagai pasukan investor lokomotif perekonomian bangsa. Dibangun iklim bisnis yang berpihak ke pebisnis dan penelitian yang menukik bumi, marketable. Sangat boros APBN ratusan triliun/tahun, jika invensi hasil riset hanya berujung di lemari atau di jurnal ilmiah saja.

Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Petani Inovatif Nasional,
Hari Pangan Sedunia 2016
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *