Wed. Feb 19th, 2025

Prinsip, tiada pekerjaan yang sempurna. Apalagi kebijakan makro, mustahil bisa menyenangkan semua pihak. Bijaknya, ibarat perjalanan panjang tiap ruas dikaji ulang konsolidasi. Mawas diri, rendah hati, tahu diri.

Dicari kesalahannya, ilmu hikmahnya, untuk bekal menyempurnakan pada langkah – langkah ke depan. Tanpa itu, tanpa tahu salahnya, tanpa tahu benarnya, tanpa bisa menyempurnakannya.

Data BPS Hasil Sensus Pertanian 2013 populasi sapi kerbau 14,2 juta ekor, tapi 2023 hanya 11,8 juta ekor. Terjadi depopulasi 2,4 juta ekor. Sangat ekstrem gagalnya dan kesalahannya. Ini harus jadi bahan kaji ulang.

Ironisnya, depopulasi 2,4 juta ekor selama ini dikelola oleh puluhan ribu para ahli di bidangnya. Bekal APBN dana pajak dari rakyat triliunan untuk membina peternak agar populasinya meningkat dan swasembada..

Sapi dan kerbau sumber protein hewani. Agar tiada stunting, kerdil kurang gizi dan retardasi kecerdasan. Mungkin ada korelasinya depopulasi sapi kerbau dan prevalensi stunting masih juara ke 2 terbanyak di ASEAN 21,6% (BPS).

Bukan rahasia lagi, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan bansos sapi sudah jutaan ekor dana triliunan selama 10 tahun. Tanpa di follow up di lapangan, berapa persentase gagal dan suksesnya ?

Seolah bancaan tersistematis masih terstruktural. Kontradiktif dengan semboyan revolusi mental. Tanpa sadar itu dana rakyat jelata. Itu sapi kerbau dibutuhkan jadi lapangan kerja dan sumber protein.

Hal di atas adalah kesalahan. Kegagalan. Pasti meninggalkan ilmu hikmah sumber pembelajaran. Rasanya kalau masalah sapi saja harus Kepala Negara juga, kan sudah kebangetan sekali. Akan teramaat lucu.

Depopulasi 2,4 juta ekor bukan sedikit. Apalagi data terkini kuota impor 2024 sebanyak 462.000 ton daging setara 2,5 juta ekor sapi. Mestinya para ahli dan pejabatnya, miris. Ini murni kehormatan tanggung jawab moral.

Solusinya ?

Kembali ke slogan, menjabarkan niat revolusi mental demi bangsa. Harus sadar. Harus malu. Harus tanggung jawab sepenuhnya. Tanpa ngeles dan tanpa mencari kambing hitam. Harus bangkit.

Harus berbuat beda demi kehormatan. Kembali ke ajaran di kampusnya bahwa ” breeding is leading “. Mutlak. Bukan makin kecanduan impor dan impor makin melambung tinggi. Apalagi yang diimpor hanya daging dan sapi siap potong saja.

Harus impor bakalan indukan yang anak jantannya akan setara yang diimpor 2,5 juta ekor/tahun. Yaitu 6 juta ekor. Apalagi di Australia di atas 400.000 ekor kerbau dianggap hama pada diburu untuk ditembaki hingga mati.

Asal mau amanah. Ini peluang emas dibiakkan di Kalimantan sentra pakan murah berlimpah berbasis limbah sawit. Agar harga pokok produksi (HPP) sapi kerbau murah. Kembali Indonesia jaya seperti tahun 1984 an, ekspor sapi besar – besaran.

Salam Mawas Diri 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *