HPP (Harga Pokok Produksi) adalah indeks hasil bagi antara total biaya produksi dengan total volume hasil produksi. Tentu agar HPP rendah kompetitif harus berbiaya rendah tapi menghasilkan jumlah banyak. Makin rendah biaya, makin banyak volume hasil, maka HPP terendah.
1. HPP Sawit Petani.
Biaya produksi sekitar Rp 30 juta/ha/tahun, meliputi ;
Pupuk NPK kimia 1 ton/ha/tahun Rp 16 juta (Rp 800.000/karung 50 kg).
Karena tidak memakai benih hasil riset legal hanya dapat 16 ton/ha/tahun indeks Rp 1.000/kg TBS (Rp 16 juta : 16 ton).
Biaya panen, muat ke atas truk dan ongkos kirim ke pabrik (PKS) Rp 450/kg TBS.
Biaya pruning pelepah tua, piringan pembersihan pangkal batang radius 1 meter, herbisida dan rawat jalan sekitar Rp 400/kg TBS atau Rp 6,4 juta/ha/tahun.
Total HPP di Petani Rp 1.800 an/kg TBS.
2. HPP di Perusahaan Besar.
Biaya produksi sekitar Rp 25 juta/ha/tahun, meliputi ;
Pupuk NPK kimia 1 ton/ha/tahun Rp 12 juta (Rp 600.000/karung 50 kg karena kontrak dengan pabrik pupuk, bahkan impor sendiri).
Karena memakai benih legal riset maka hasilnya 24 ton/ha/tahun. Indeks Rp 500/kg TBS (Rp 12 juta : 24 ton).
Biaya panen, muat ke atas truk dan ongkos kirim ke pabrik sendiri dekat sekitar Rp 400/kg.
Biaya merawat jalan, herbisida, piringan pangkal batang, pruning pelepah tua, dolomit dan manajemen sekitar Rp 400/kg TBS.
HPP di Swasta Besar sekitar Rp 1.300/kg TBS.
Sehingga, sungguh tidak logis jika pemerintah membiarkan harga TBS hanya Rp 1.100/kg. Itu sama artinya mematikan usaha sawit sebagai komoditas strategis nasional sebagai pencetak pajak untuk APBN, devisa untuk angsur utang luar negeri, impor pangan dan lainnya. Selain mematikan rezekinya 17 juta KK terlibat hidup dari sawit.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630