Tue. Jun 24th, 2025

Wayan Supadno

Pengangguran di Indonesia saat ini 7,9 juta. TKI di luar negeri legal 4,5 dan ilegal 7,5 juta, total 12 jutaan. Contoh TKI, ada 3 orang Doktor Alumni Pascasarjana S3 ke rumah saya Cibubur pamit mau jadi TKI memetik buah di Australia.

Pengangguran berdampak pada ekonomi menurunkan daya beli keluarga, numpang hidup dan pendapatan pajak negara turun. Individu sosial terjadi minder, frustasi dan naiknya kriminalitas. Politik menurunkan stabilitas nasional jadi ancaman.

Pengangguran bersumber dari lulusan pendidikan ” tidak sesuai ” kebutuhan pasar dan PHK akibat automatisasi produksi di industri. Misal pabrik X bangkrut PHK massal, karena kalah bersaing, kompetitornya memakai robot.

Akar masalah pengangguran, di antaranya ;

1). Pendidikan.

Daya saing Indonesia meroket dari peringkat 44, ke 34 dan naik lagi ke 27. Mengalah banyak negara maju Jerman dan lainnya. Di Asean peringkat 3 setelah Singapura dan Thailand. Tapi sayangnya pendidikan paling rendah daya saingnya hanya peringkat 58.

Indikatornya, jumlah kampus di Indonesia 4.071 tapi yang masuk 100 kampus terbaik dunia ” tidak ada “, yang masuk 500 kampus terbaik dunia hanya ada 4 yaitu UI ( 206 ), UGM ( 239 ), ITB. ( 256 ), Unair Surabaya ( 308 ) dan IPB ( 426 ) Versi QS World University Rankings 2025.

Karena rendah kualitas pendidikan, jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi meroket dominasinya hingga 13,3%. Kampus ” tidak mampu ” melahirkan pengusaha baru hingga jumlah pengusaha Indonesia sangat rendah 3,47% kalah dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Implikasi kampus ” tidak mampu ” mendidik anak muda jadi pengusaha sebagai pencipta lapangan kerja karena investasi ekspansi peran sebagai investor. Ini berdampak impor investor (pengusaha) PMA pada banyak bidang. Misal pabrik pakan ternak dominan milik PMA.

2). Iklim usaha.

Iklim usaha di Indonesia sesungguhnya telah jauh berubah, daya saingnya naik ke peringkat 27. Ini luar biasa. Ditandai banyak konglomerat kelas dunia tumbuh besar dan banyak PMA investasi. Karena perbaikan daya dukung, infrastruktur dan izin, misalnya.

Tapi pada segmen pelaku usaha kecil menengah ” kurang kreatif dan inovatif ” program pemerintah pada pola stimulusnya. Padahal jika ada stimulus jelas mereka bisa ekspansi cipta lapangan kerja menyerap pengangguran. Ini lalai, kurang atensi pemerintah.

Ilustrasi. Jika 1 juta pengusaha menengah distimulus lalu scale up ekspansi implikasinya, tambah 10 karyawan/pengusaha, maka setara 10 juta pengangguran dapat kerja. Belum lagi implikasi plasma, supplier dan lainnya. Produktif tidak jadi beban dan negara dapat pajak.

Kesimpulan ilmu hikmahnya. Meledaknya jumlah pengangguran di Indonesia hingga belasan juta termasuk TKI. Sesungguhnya akar masalahnya pada ” mutu pendidikan jelek ” dan iklim usaha ” belum berpihak ” ke ekonomi kerakyatan.

Kampus ” tidak mampu ” melahirkan pengusaha baru sebagai off taker pengangguran. Berimplikasi pendapatan per kapita kalah jauh dibanding Singapura Malaysia dan Thailand. Bahkan mau disalip Vietnam mantan mahasiswa kita.

Solusinya sektor pendidikan yang dinilai lembaga internasional hanya peringkat 58 rendah daya saingnya, segera mawas diri, rendah hati dan mencari solusi. Bukan mengeluh dan menyalahkan keadaan saja. Bijaknya ikut membuka tirai jendela, jika dianggap sudah pengap.

Ingat petuah bijak dari Guru Malamku di Kampung :

” Jika mau terus mengajar bermutu maka teruslah belajar tiada henti. Jika mau terus bisa menulis bermutu, maka teruslah membaca. Jika mau bicara bijak cerdas solutif, maka teruslah mau mendengarkan masukan “.

Salam Mandiri šŸ‡®šŸ‡©
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *