Kalau kita jeli terhadap maunya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, sesungguhnya sederhana saja. Karena figur pengusaha, suka bicara apa adanya tanpa banyak diplomasi nuansa politik.
Ibarat main catur, maunya ” remis “, tiada kalah atau menang. Ada keseimbangan saling menguntungkan. Bukan AS saja yang dirugikan, agar impornya lebih banyak dari ekspornya, itu misalnya.
Contoh, asalnya dari defisit AS tahun 2024 USD 17,9 miliar. Jumlah impor AS dari Indonesia USD 28,1 miliar. Tarif impor barang AS = (17,9 : 28,1) x 100% = 63,7%, dibulatkan 64%. Inilah dianggap kecurangan Indonesia selama ini. Tidak adil.
Lalu jadi dasar untuk diseimbangkan agar adil dekat 100% maka keluar 32% untuk Indonesia. Begitu juga yang berlaku pada negara lainnya, perhitungannya sama. Untungnya perdagangan Indonesia dengan AS tidak terlalu besar hanya 2,79% dari PDB.
Kalau mau “ memahami maunya Trump ”, terutama dalam konteks menghindari defisit yang merugikan hubungan dagang dengan Indonesia, kita bisa lihat dari kebijakan utama dan gaya negosiasi Trump.
Lalu jika diterjemahkan ke dalam langkah-langkah konkret yang bisa Indonesia ambil untuk bermanfaat bagi Indonesia. Sikap ini sangat penting. Menyelesaikan masalah dengan meminimalkan dampak terbentuknya masalah baru.
Apa “ maunya ” Trump?
Trump punya beberapa ciri khas yang beda dari lainnya. Hal ini harus dipahami karena AS sedang dalam ” kepanikan ” serius. Sehingga dalam kebijakan luar negerinya, terutama soal ekonomi :
1). ” America First “.
Semua kebijakan luar negeri dan dagang harus menguntungkan AS.
2). Anti Defisit Dagang.
Kalau AS rugi. Misal, Indonesia ekspor lebih banyak ke AS daripada impor, dia anggap itu “ curang ”.
3). Suka Deal Langsung.
Trump suka negosiasi satu lawan satu, dan dia respek dengan pemimpin kuat yang bisa buat kesepakatan konkret.
4). Pro Bisnis dan Investasi.
Dia mendukung perusahaan AS masuk pasar luar negeri, dan dia suka kalau negara lain beli produk-produk unggulan AS. Misal energi, pesawat, pertanian dan teknologi.
Apa yang bisa dilakukan Indonesia secara logis ?
1). Diversifikasi Impor dari AS, yang dibutuhkan Indonesia.
Impor barang yang mendukung industri dalam negeri: misal teknologi mesin, bahan baku pakan ternak jagung, kedelai atau teknologi digital. Dampak positifnya industri pengolahan, peternakan dan pertanian Indonesia bisa berkembang dengan input yang lebih baik.
2). Dorong Investasi AS ke Indonesia
AS ditawari investasi perlakuan khusus, di sektor yang membuka lapangan kerja manufaktur, energi, digital economy. Contoh : Tesla dikaitkan nikel. Dampak positif transfer teknologi, lapangan kerja, ekspor naik.
3). Ekspor Jasa dan Produk Bernilai Tambah
Kurangi ekspor bahan mentah, tingkatkan produk olahan (kayu jadi furniture, kopi jadi produk siap saji, dll). Perluas ekspor jasa digital, seperti software atau industri kreatif. Dampak positif: nilai ekspor naik, ekonomi kreatif tumbuh.
4). Perkuat Diplomasi Ekonomi Langsung
Kirim delegasi khusus yang fokus pada kepentingan “ mutual benefit ”. Dampak positifnya hubungan lebih stabil, Indonesia tidak dijadikan target tarif sepihak.
Potensi keuntungan untuk Indonesia, neraca dagang yang lebih sehat dan tidak dipermasalahkan AS. Investasi asing bertambah, membuka lapangan kerja dan mendorong industrialisasi.
Akses pasar AS tetap terbuka bagi produk unggulan kita (tekstil, makanan olahan, sepatu dsb). Peningkatan daya saing industri dalam negeri lewat transfer teknologi.
Ilmu hikmahnya, arus kas perdagangan sebuah negara sangat penting. Tak ubahnya perusahaan. Sehingga harus selalu dijaga neracanya agar tidak defisit. Jika defisit dan jumlah berlebihan bisa jadi ancaman ketahanan.
Sehingga dengan kejadian ini, Indonesia dipaksa agar makin efisien pada berbagai hal, agar makin inovatif
agar tidak banyak impor barang teknologi canggih dan berdikari di atas telapak kaki sendiri.
Salam Mandiri🇮🇩
Wayan Supadno
Praktisi Agribisnis
HP 081586580630