Sekarang ” momentum emas ” negara berpihak ke petani sebagai produsen pangan, jika sudah sadar bahwa beras bagian utama dari pangan kita. Jika sudah sadar bahwa pangan soal hidup atau matinya sebuah bangsa (Bung Karno, 1952). Jika sudah sadar bahwa pangan pondasi kedaulatan bangsa (John F. Kennedy).
Sekarang dikatakan momentum emas, karena sekarang mulai panen raya padi. Saatnya menuai hasil kerja kerasnya pemerintah dan petani menanam padi seluas – luasnya. Tapi sayangnya di banyak daerah harganya hanya Rp 5.500/kg GKP tidak sesuai keputusan pemerintah Rp 6.500/kg GKP. Petani dirugikan. Klasik lagu lama.
Artinya sekarang pemerintah sedang diuji kesetiaan dan kecintaannya kepada para petani. Bersungguh – sungguh memperhatikan nasib para petani sebagai investor jamak di bidang pangan secara nyata atau hanya omon – omon saja. Apapun strategi taktik dan tekniknya, petani tidak tahu mana yang tepat yang penting endingnya harga gabah Rp 6.500/kg GKP. Titik.
Selama ini paling populer operasi pasar saat harga pangan utamanya harga beras saat mahal saja. Akankah pemerintahan sekarang Kabinet Merah Putih Pimpinannya Presiden Prabowo mantan Ketum HKTI bisa beda ?. Misal operasi pasar ke Penggilingan Padi agar harga gabah mutlak harus Rp 6.500/kg GKP agar petani dapat laba lalu sejahtera dan betah.
Kepastian pasar harga wajar produk apapun sangat penting. Apalagi gabah hasil karya petani, yang diubah oleh penggilingan padi jadi beras yang kebutuhannya 32 juta ton/tahun dan terus tambah per tahunnya. Kepastian pasar harga wajar inilah bagian dari tugas pokok fungsi pemerintah untuk cipta kondisi, seperti di luar negeri.
Prinsipnya, jangan berharap bisa terwujud swasembada beras jika para produsen beras yaitu petani tanpa diperhatikan kesejahteraannya. Solusinya harga terfiksasi harga gabahnya yang dijual kapanpun juga sama Rp 6.500/kg GKP. Mau kemarau, rendeng atau kapanpun juga harga harus sama. Setelah hilir diperhatikan, tinggal menata agar hulunya.
Di ruas hulu, harus makin rendah biaya produksinya saat bersamaan jumlah produksinya harus makin banyak. Karena inovasi. Jika biaya produksi dibagi volume produksi ketemu indeks harga itulah dalam bisnis bernama harga pokok produksi (HPP), jika makin rendah maka makin baik. Makin besar labanya. Makin cepat sejahtera petaninya.
Solusinya di hulu jika di hilir sudah aman harga Rp 6.500/kg GKP. Harus diremediasi dulu agar lahan kembali sehat dan subur indikasi utama kadar C Organik tanah 4%, pH 7, mikroba berbiak massal, minim patogen dan lainnya. Revitalisasi irigasi agar biaya air dan ongkos kirim murah. Hasil riset benih harus membumi, bukan cuma di lemari saja.
Contoh ;
1). Petani A konvensional.
Biasanya butuh biaya total termasuk sewa Rp 25 juta/ha dan dapat 5 ton GKP/ha maka indeks harga atau HPP Rp 25 juta : 5 ton GKP/ha = Rp 5.000/kg GKP. Laba hanya Rp 1.500/kg GKP. Karena hanya gitu – gitu saja sejak dulu tanpa punya mental membuat perubahan. Cukup pupuk kimia dan lomba pestisida yang semuanya makin mahal.
B). Petani B Inovatif.
Biaya total termasuk sewa hanya Rp 21 juta/ha dapat 7 ton GKP/ha maka HPP Rp 21 juta : 7 ton GKP/ha = Rp 3.000/kg GKP. Maka B labanya jauh lebih banyak yaitu Rp 3.500/kg GKP lalu sejahtera dan betah. Berkat inovatif. Karena lahannya diremediasi 10 ton pupuk kandang/ha, disemprot 10 liter Bio Extrim dan Hormax, dolomit 200 kg/hektar, lalu ditraktor.
Setelah 2 minggu dibiarkan terjemur barulah ditanam. Karena pupuk kandang telah banyak terurai oleh mikroba dalam Bio Extrim. Tanah kembali sehat dan subur. Padi sehat minim penyakit dan produksinya naik tajam. Bonusnya lagi, 3 bulan berikutnya banyak cacing belut dan katak hidup bersimbiosis mutualisme dengan petani sahabatnya alam lestari.
Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630