Sat. Feb 22nd, 2025

HARUSNYA KITA MALU

ByWayan Supadno

Feb 20, 2024

Sejujurnya, walaupun saya cuma Pak Tani, bukan pejabat atau ilmuwan. Saya malu sekali kalau kita terus impor pangan. Utamanya impor sapi dan beras. Hal sangat mudah dilakukan untuk swasembada, asal ada kesungguhan dalam tindakan nyata.

Karena saya anak bangsa Indonesia. Kita punya banyak pasar, lahan, tenaga kerja menganggur tapi saat bersamaan kita memberdayakan petani peternak luar negeri (impor), demi memenuhi permintaan pasar Indonesia.

Saat ini, daya beli masyarakat jatuh karena banyak PHK, tapi harga beras mahal sebabnya beras dari impor memang mahal. Saat stunting masih 21,6% (BPS) tapi harga daging sapi mahal, karena impornya sudah mahal.

Menteri Perdagangan Bapak Zulhas mau impor sapi dalam waktu dekat 400.000 ekor. Setahun dengan daging kerbau dan daging sapi jika ditotal setara 2,1 juta ekor, setara Rp 42 triliun. Setara biaya hidup 800.000 peternak jika Rp 50 juta/KK/tahun.

Beras impornya juga 5 juta ton dalam 10 bulan terakhir. Setara Rp 50 triliun. Setara omzetnya 1 juta KK petani padi jika Rp 50 juta/KK/tahun. Nyata proses penguasaan pangsa pasar (melemahkan) peran masyarakat desa diambil oleh petani luar negeri.

Sekali lagi, kenapa harusnya kita malu ?

Karena kita sudah keterlaluan. Tidak mampu membuat ” antisipasi ” kebutuhan dan produksi. Padahal semua bisa dijawab dengan kompilasi maupun analisa data empirik di masa lalu, untuk solusi masa depan (ekonometrika) yang terukur logis.

Konkretnya sapi, misal saat ini mau impor 400.000 ekor jantan. Sesungguhnya kita tahu itu anakan dari satu juta indukan 3 tahun lalu. Indukan satu juta ekor, yang beranak 800.000 ekor, khusus jantan saja 50%-nya setara 400.000 ekor.

Kenapa kita tidak impor betina bunting satu juta ekor 4 tahun silam ? Padahal pakan berlimpah bungkil sawit di Kalimantan diekspor ke Australia untuk sapi yang kita impor tersebut. Persis, ibarat kita menjual singkong ke pasar untuk membeli getuk buat keluarganya. Ironis.

Begitu juga total impor daging kerbau, daging sapi dan sapi hidup dalam setahun setara 2,1 juta ekor. Ekonometrikanya itu anakan dari indukan dari 5 juta ekor. Anaknya 4,2 juta ekor jantan betina, 50% jantan saja, setara 2,1 juta ekor. Kenapa tidak kita antisipasi ?

Harusnya kita impor indukan sapi 5 juta ekor 4 tahun silam agar anaknya 4,2 juta ekor jantan betina. Yang jantan saja 50%-nya setara 2,1 juta ekor/tahun. Dibiakkan di Kalimantan sentra pakan sapi murah yaitu bungkil sawit yang selama ini kita ekspor ke Australia jutaan ton per tahun.

Sama persis impor beras 5 juta ton dalam waktu 10 bulan terakhir. Karena data empirik rerata produksi beras 2,56 ton/ha. Itu setara dengan hasil panen luas tanam padi 5 juta ton : 2,56 ton/ha = 1,9 juta hektar, dibulatkan 2 juta hektar. Gagal akibat kurang antisipasi juga.

Kedua hal masalah serius di atas solusinya cukup hanya di Kalimantan yang luas subur banyak hutan gundul bekas pembalakan liar. Selama ini tidak kita berdayakan. Dicetak jadi sawah. Saya siap ambil peran nyata di lapangan dari pada ikut malu seperti saat impor beras besar – besaran.

Sekalipun kita tahu teori rumus bahwa E = mc², tapi kalau tidak dipraktikkan maka tidak jadi energi teramat dahsyat yang bermanfaat. Tiada arti. Percuma. (A. Einstein, 1933).

Salam Mandiri 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *