Mon. Feb 3rd, 2025

Pasca BPS melaporkan hasil Sensus Pertanian 2023 pada minggu lalu, beragam pendapat terkait hasil tersebut. Utamanya jumlah petani yang menyusut dari 31 juta jadi 29 juta KK, guremisas istilah pemerintah bagi petani pemilik lahan garapan maksimal 0,5 ha/KK semakin parah dari 14,25 juta jadi 16,89 juta KK dan proporsi petani muda sangat sedikit.

Makin seru lagi ada proses gorengisasi (digoreng terus nuansa politik dan subyektif) data tersebut. Karena tahun politik dan kampanye. Ditambah lagi Sensus Pertanian tersebut dilakukan 10 tahun sekali ditarik mundur tahun 2023, tahun 2013 dan tahun 2003. Hasilnya linier hampir sama persis portofolionya. Artinya bisa jadi bahan kajian ekonometrika sosial pertanian.

Ekonometrika pertanian, bidang ilmu yang memanfaatkan gabungan antara matematika, statistik dan ekonomi. Berbasiskan data yang berlalu (empirik), dikompilasi, dianalisa disimpulkan dan dimanfaatkan untuk memprediksi maupun mengantisipasi di masa depan. Pendek kata jadi bahan pijakan berpikir untuk membuat kebijakan makro yang membumi aplikatif.

Beberapa hari lalu ada beberapa wartawan tanya ke saya apa pendapatnya terhadap hasil Sensus Pertanian 2023. Utamanya terhadap beberapa hal di bawah ini ;

  1. Guremisasi petani makin banyak artinya petani yang makin miskin dan rentan miskin jumlahnya makin banyak, makin jauh panggang dari api kesejahteraan jika hanya 0,25 ha/KK.
  2. Jumlah petani muda sangat sedikit artinya masa depan penyedia produsen pangan Indonesia terancam, tanpa anak muda sama artinya tanpa masa depan.
  3. Jumlah rumah tangga petani makin berkurang 3 juta KK lebih, artinya banyak yang kabur tidak betah jadi petani karena tidak mejadikan sejahtera.

Kesimpulan saya pribadi sebagai praktisi dan pemerhati para petani dan dunia pertanian.

  1. Bahwa itu semua hanya akibat saja dari gagalnya Indonesia membangun industrialisasi agro inovatif di pedesaan. Gagal membangun manusia entrepreneur industri agro inovatif dan gagalnya iklim usaha kurang merangsang gemar jadi industriawan.
  2. Yang perannya menampung anak – anak petani agar tidak menganggur atau ke luar negeri jadi TKI atau ke kota urbanisasi atau semua anak jadi petani dengan cara berbagi warisan sawah lalu makin sempit lagi lalu hidupnya makin terhimpit lagi.
  3. Yang peran lainnya agar bisa jadi off taker, menampung hasil pertanian pedesaan, agar permintaan dan pasokan imbang lalu harga wajar petani sejahtera. Terbentuknya kepastian pasar hasil kinerja petani jadi sumber motivasi petani berprestasi dalam produksi.
  4. Yang perannya juga sebagai penyerap hasil riset/penelitian para peneliti kita. Ini sangat penting sekali agar inovasi membumi, bukan hanya sampai jurnal ilmiah dan lemari saja. Selain peneliti makin semangat berkiprah, juga menekan harga pokok produksi (HPP) dengan mutu makin kompetitif.
  5. Peran lainnya masih banyak, misal menjadi inti simpul masyarakat plasma, pencari pasar global (ekspor) agar permintaan besar lalu harga wajar, cetak devisa, bayar pajak besar dan rutin untuk gajian ASN/TNI/Polri terkumpul di APBN, lokomotif perekonomian bangsa mengkaryakan aset agar bukan manusia saja yang kerja keras dan peran penting lainnya.

Contoh :

Industri agro inovatif pedesaan di Sentul Jawa Barat, mengubah nangka muda jadi abon nabati. Diproses dan dikemas apik dengan kaleng vakum siap seduh, ini butuh inovasi para peneliti. Dipasarkan ke Eropa dan Amerika Serikat yang lagi makin banyak mualaf, butuh tim pemasar global dan akan membayar pajak ekspor selain dapat devisa.

Butuh bahan baku rutin jangka panjang dari ribuan petani yang punya mental konsisten menjaga kontinuitas, kualitas, kuantitas, ketepatan spesifikasi maupun kecepatan pelayanan dan harga telah difiksasi. Ini terjadi jika iklim usaha baik, mutlak tanggung jawab pemerintah. Misal kemudahan usaha, jalan, air bersih, PLN dan lainnya.

Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *