Sun. Oct 20th, 2024

EKONOMETRIKA BERAS

ByWayan Supadno

Oct 22, 2023

Kawula muda pengusaha pemula sangat penting untuk memahami dan mempraktikkan tentang ekonometrika. Ilmu yang memanfaatkan matematika utamanya statistik, untuk kepentingan ekonomi, yang berbasiskan analisa data empiris masa lalu.

Ekonometrika beras, berarti memanfaatkan data masa lalu dianalisa dengan cermat matematisnya. Untuk dijadikan dasar sebuah sikap atau keputusan atau kebijakan hari ini. Agar terjadi perubahan besar di masa depan karena ” logis terukur ” kalkulasinya beras.

Contoh konkret kajian kita kali ini hal ” Beras Nasional ” ;

Kementan menargetkan tahun 2024, jumlah produksi beras 35 juta ton. Ini bagi saya pribadi wow banget. Karena saya selaku petani yang berjiwa entrepreneur dan 5 tahunan menanam padi 21 ha, walaupun lahan sewa bayar panen di Jonggol Bogor. Sehingga tahu banyak hal padi. Empiris.

Data BPS, tahun 2022 produksi padi nasional 54,75 juta ton GKG. Jika dikonversi jadi beras setara 31,54 juta ton. Luas sawah baku 7,1 juta hektar dan luas tanam padi 10,61 juta hektar. Setara IP 149 yaitu 10,6 juta : 7,1 juta ha. Artinya sawah yang ada belum semua bisa menanam padi 2 kali per tahun. Kurang bendungan dan irigasi.

Artinya juga bahwa indeks produktivitas padi sawah kita 54,75 : 10,61 = 51,16 ton GKG/ha, masih kalah jauh dibanding Vietnam mantan murid kita dulu, bisa 5,9 GKG/ha . Sisi lain BPS juga melaporkan kebutuhan beras riil 2,55 juta ton/bulan, berarti kebutuhan total hanya 30,6 juta ton beras/tahun.

Lalu jika Kementan mau produksi beras 35 juta ton tahun 2023, bagaimana cara yang mau ditempuh, apakah intensifikasi melalu menaikkan produksi per hektarnya dengan inovasi membumi. Jika ini berarti 5 juta ton : 10,1 = 471 kg/ha. Setara 880 kg GKG/ha. Ini berat sekali.

Kalaupun iya mau memakai pendekatan inovasi membumi agar produktivitas selama ini 5,16 GKG/ha agar jadi 6,1 GKG/ha. Benih padi yang mau yang sudah terbukti skala ribuan hektar konkret bisa di atas 10 ton GKG/ha agar reratanya bisa 6,1 GKG/ha. Karena selama ini benih hasil riset masih dijadikan narasi pidato di kampus, di hadapan Presiden. Belum membumi.

Jika Kementan mau menambah 5 juta beras 2025, dari riil 30,6 juta ton ke 35 juta ton. Melalui ekstensifikasi maka 5 juta beras setara 8,8 juta ton GKG. Maka sama artinya harus diperluas tanam padinya jadi 8,8 juta ton GKG : 1,16 GKG/ha = 1,7 juta hektar lagi. Mau cetak sawah lagi atau membangun bendungan dengan irigasi teknisnya ?

Kalaupun iya mau strategi ekstensifikasi sawah intensif. Siapa pelaku developer cetak sawah dan siapa saja petani yang mau menanam padi di sawah baru luas 1,7 juta hektar tersebut ? Karena selama ini justru para praktisi pencetak sawah dengan teknologi remediasi tanpa dilibatkan dan petani muda kita sangat sedikit, hanya 12% (Sensus Pertanian terakhir).

Kesimpulan, marilah kita ” berubah total “. Membuat keputusan kebijakan dan berbuat berbasiskan data masa lalu (empiris), untuk demi data di masa depan sesuai harapan. Karena bijak logis memberdayakan data empiris riil, hari ini dianalisa dengan ilmu matematika (ekonometrika) yang bernuansa ekonomi. Solutif.

Juga betapa sangat pentingnya menerapkan manajemen PPIC ( Production, Planning and Inventory Control ) agar resiko terminimalkan maupun neraca beras serta daya dukung lahan dan lainnya lebih diperhatikan

Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *