Sudah tidak asing lagi berita klasik tiap kali menjelang pemilu, petani dielu – elukan. Bagi saya pribadi itu hal wajar saja mereka para politisi begitu, karena memang sedang mencari suara dukungan. Penetrasi pasar. Tak ubahnya kita memasarkan produk hasil usaha tani atau ternak kita. Atau produk industri agro turunan dari itu.
Kadang butuh menjelaskan kepada publik. Utamanya ke potensi pasar terbesarnya. Hukum Pareto, 20/80, jika menguasai 20% terbesar setara dapat 80% dari total potensinya. Karena profesi petani terbesar sekitar 39 juta KK, jika ini goal pasti menang.
Tiap kali saya ditanya siapa pilihannya. Ganti saya tanya apa saja programnya dan bagaimana cara mewujudkan targetnya. Tentu saya butuh jawaban yang logis terukur dan konkret. Saya tidak suka jika programnya persis narasi falsafah teoritis halusinasi melangit, non membumi.
Contoh konkret kepentingan petani untuk politisi ;
1. Kemiskinan petani.
Data BPS 51% kemiskinan di pedesaan dan 61% profesinya petani sebab utama karena 14 juta KK hanya punya lahan 0,3 ha/KK. Lalu anak muda enggan studi di pertanian dan enggan jadi petani. Apa solusi konkretnya agar tidak miskin turun temurun, bagaimana cara mengatasi dan butuh waktu berapa lama.
2. Daya saing petani.
Tiap kali ada barang impor selalu petani cemas, karena selalu kalah bersaing di harga dan mutu. Akibat dari inovasi tidak membumi. Indeks inovasi global peringkat ke 75 dari 132 negara. Apa progjanya dan bagaimana langkah konkret solusinya, serta butuh waktu berapa lama agar peringkat ke 20 besar di dunia.
3. Politik anggaran pertanian.
Idealnya anggaran untuk pangan 10% dari APBN dan APBD. Karena angkatan kerja di sektor pangan 29,9% (BPS) terbanyak dari lainnya. Fakta selama ini ke pertanian dan pedesaan hanya 4% saja dari APBN dan di daerah hanya 2% dari APBD. Apakah bisa ada jaminan kontrak minimal 10% agar leluasa lalu swasembada pangan.
4. Rendahnya jumlah industriawan agro inovatif.
Jumlah wirausahawan Indonesia hanya 3,46% (Kemenkop UKM). Khusus pada industri agro inovatif tidak lebih dari 0,5% dari 273,8 jiwa penduduk Indonesia. Sehingga banyak anak petani menganggur lalu ke kota atau jadi TKI hingga 9 juta legal ilegal (Kemenlu). Apa solusi konkret terukur agar jumlahnya 6% dari penduduk kita.
5. Impor pangan.
Jumlah impor pangan di atas Rp 300 triliun/tahun (BPS). Di antaranya makin meroket gandum, sapi, gula, bawang putih, kedelai dan lainnya. Apa solusinya yang non narasi teoritis tapi kebijakan berpihak yang konkret terukur agar tidak jadi pasar produk petani luar negeri saja. Melainkan jadi kesempatan kerja petani agar makmur sejahtera.
Tentu uneg – uneg saya masih banyak yang pada hakikatnya ” PR Besar ” bagi politisi selaku pemilik kebijakan makro. Yang dibekali perangkat konstitusi dan kumpulan pajak rakyat wujud APBN/APBD. Agar UU dan Peraturannya yang membawa perbaikan bagi kaum petani. Bukan jalan di tempat atau justru menurun turun temurun.
Intinya bagi segenap sahabat petani, berhati – hatilah dan waspada tinggi penuh kejelian dalam memilih politisi calon pemimpin – pemimpin kita. Tidak cukup lagi kita petani hanya bisa didekati saat kita dibutuhkan suaranya. Kita punya daya tawar agar nasib petani kita jauh lebih baik.
Kadang, kita harus mengawali malu dengan petani luar negeri, sebagian dulu murid kita. Misal saja Malaysia, Vietnam dan Ethiopia. Saat ini mereka jauh lebih hebat dari kita, buktinya kita impor pangan dari mereka dan pendapatan per kapita mereka berkali lipatnya dari kita. Tapi, tetaplah makin semangat bersinergi dan berinovasi membumi.
Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630