Berikut ini, contoh konkret kisah nyata perjalanan hidup banyak orang. Seakan tidak mungkin, mustahil. Tapi faktanya mampu membuat perubahan besar pada dirinya, keluarganya, lalu berimbas jadi perubahan besar bagi masyarakat sekitarnya, jadi agen perubahan. Karena motivasi diri.
Di Pangkalan Bun Kalteng, ada beberapa kepala keluarga. Dulu di Banyuwangi. Di kampung kelahiran saya, hidupnya bermasalah dengan ekonominya. Multi sebab, di antaranya karena anak – anaknya pada studi hingga di luar negeri dan ada juga karena bangkrut akibat usaha salah kelola.
Tapi saat ini telah berubah total. Punya kebun dan rumah sendiri. Punya penghasilan yang sehat. Anak – anaknya pada mentas. Tidak lagi hanya tergantung gajian dari saya lagi. Tapi sudah mandiri. Walaupun jika saya butuh tenaga bantuan lapangan, kapan saja masih setia membantu.
Mengenang tahun 2013, saat itu saya pertama kali berkunjung ke Pangkalan Bun Kalteng. Survei lapangan kajian fisibilitasnya jika mau investasi. Mereka tahun 2014 pada ikut ramai – ramai dari Banyuwangi. Beragam kisah, tanpa modal apapun.
Karena saat itu banyak sayur dan buah didatangkan dari Jawa. Karena Pangkalan Bun jadi sentra tujuan pengembangan perkebunan dan industri besar – besaran hingga butuh ratusan ribu tenaga kerja. Dampaknya pangan banyak dari Jawa. Kini berubah telah swasembada, parsial dikirim ke Jawa. Termasuk semangka.
Walaupun awalnya lahan numpang tanam di pinggiran kota. Pemilik tanah senang jika diberdayakan. Tanpa sewa. Bahkan saat ini Kodim 1014/Pangkalan Bun banyak membina petani pangan. Kodim memediasi antara pemilik lahan terlantar dengan para petani.
Traktor milik Kodim juga ada bebas dipakai. Hanya mengganti BBM saja. Saya suka sekali dengan sinergitas ini. Hamparan tanaman cabe, terong, tomat dan sayuran puluhan hektar di beberapa lokasi dekat kebun saya. Sebuah jawaban konkret lapangan, tanpa banyak wacana. Nuansa solutif.
Pendek kata, jika ada masyarakat mau bertani tanpa modal lahan. Karena keterbatasan. Dandim Letkol Yoga dan Pasiter Letkol Mulyono, siap bantu mengatasinya. Tentu dengan niat baik (nawaitu), dengan kesungguhan agar ada hasilnya (man jadda wajada) dan mau berbagi benih ilmunya jika sukses (naghrisu liman ba’dana).
Sejujurnya, saya pribadi menaruh rasa hormat kepada mereka. Yang punya motivasi diri. Yang mau melepas belenggu diri. Yang mau bersinergi mewujudkan mimpi. Jauh dari keluh kesah, apalagi hanya bisanya cuma saling menyalahkan sana sini.
Biasanya dengan 1 telunjuk ditujukan ke pihak lain, lupa 4 telunjuk sebabnya gagal, karena dirinya sendiri. Merasa tidak punya ilmu modal dan lahan jadi alasan klasik agar tidak berbuat melakukan perubahan besar. Berwacana ria tiada kenal lelah. Rencana dan rencana, hingga rencananya berulang tahun.
Sering saya berkunjung ke lokasi kebun hortikultura mereka. Kuncinya ternyata karena punya ” motivasi diri “. Niatnya digenggam erat jadi tali tambat agar sampai di atas bukit tujuan, tanpa dilepas sebelum sampai atas. Sesuai targetnya. Di atas bukit. Tidak lagi di lembah kegagalan.
Niatnya jelas. Dijabarkan konsisten antara pikiran dan dipikirkan terus (manacika). Ucapan dan dibahas terus diskusi produktif (wacika). Ditindak lanjuti dengan praktik bersinergi (kayika). Persis ajaran Tri Kaya Parisudha di dalam Kitab Suci. Mudah dihafal dan diucapkan, tapi tidak mudah dipraktikkan.
Memperlakukan orang lain saat berbisnis dengan praktik, ” engkau adalah aku/jika jadi orang lain/tat twam asi “. Konkretnya, jika tidak mau dicubit, jangan mencubit orang lain. Bisa karena biasa, terampil karena refleks, refleks karena menguasai ilmunya dan kontan dipraktikkan.
Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630