Sawit komoditas ekspor. Karena 34 juta ton minyak sawit/tahun diekspor. Setara 65% dari total produksi nasional 52 juta ton/tahun (Gapki dan BPS).
Selama 3 bulan ini ekspor hanya 2,5 juta ton dari lazimnya 9 juta ton. Berdampak ekonomi 2,6 juta KK petani lumpuh, kredit macet, anaknya terancam putus sekolah dan lainnya.
Ekspor minyak sawit masih belum lancar. Berdampak banyak pabrik kelapa sawit (PKS) yang tutup tidak menyerap TBS petani.
Sekalipun ekspor sudah dibuka oleh Presiden Jokowi dan penghapusan ” pungutan ekspor US $ 200/ton ” oleh Menteri Keuangan. Setara Rp 3 juta/ ton.
Karena pajak ekspor (bea keluar) US $ 288/ton masih berlaku begitu juga DMO, DPO, FO US $ 100/ton dan HET Rp 14.000/liter. Ini hal sangat penting jadi keluhan para eksportir.
Sehingga kesulitan mendapatkan kapal, dampak belum ada kepastian muatan. Barang lambat bergerak. Harga TBS tetap murah.
Buktinya harga CPO tender di KPBN kemarin hanya Rp 9.100/kg. Setara dengan harga TBS Rp 1.800/kg di PKS, rendemen lazim 20% dari TBS.
Faktanya hanya sekitar Rp 1.100/kg di PKS. Sekalipun Mendag Zulhas bilang tidak ada alasan harga TBS harus Rp 2.400/kg. Dasarnya apa ? Seolah memberi harapan tanpa kalkulasi logis.
Jangan menyepelekan ” jatuhnya daya beli petani ” ini bisa berisiko besar. Karena saat bersamaan biaya hidup sedang naik minimal dari harga pangan dan BBM serta harga pupuk naik 2x lipatnya. Begitu juga tutupnya banyak PKS bisa jadi pemicu PHK massal karyawan.
Keduanya hal kemanusiaan dalam berbangsa. Sila ke 2 dari Pancasila dasar negara. Apalagi sedang ada gelombang tsunami inflasi global. Rawan.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630